PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia dihadapkan pada berbagai
kendala dan problematika yang menggelayutinya. Problematika pembelajaran bahasa
Arab dapat ditelusuri dari berbagai faktor yang melingkupinya di antaranya: faktor
pengajar/guru, faktor siswa, sarana yang tidak menunjang, bahkan faktor
kurikulum dengan segenap komponennya (lihat uraian Abdul Mutholib, 2009: 2).
Tulisan ini mencoba melihat salah satu aspek yang menjadi problem
pembelajaran bahasa Arab yakni dari aspek kurikulum secara umum dan silabus
pembelajaran bahasa Arab secara khusus. Hal ini menjadi penting mengingat
meskipun berbagai metode pembelajaran telah dikenalkan sejauh ini belum dapat
memenuhi harapan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.
Tulisan ini merupakan edisi revisi dari makalah sebelumnya sehingga
terdapat penambahan terutama pemberian contoh masing-masing tipe silabus,
terutama 4 tipe silabus sebagaimana paparan Thu’aimah (gramatikal, situasional,
nosional, dan multi-dimensional). Tambahan lainnya dapat ditemukan pada uraian
mengenai tipe silabus bahasa Arab yang kerap digunakan pada pembelajaran bahasa
Arab baik untuk tujuan umum maupun untuk tujuan khusus.
Dengan demikian pada uraian berikutnya dijelaskan dua tema utama
yakni: Beberapa tipe silabus pembelajaran bahasa Arab dan Tipe Silabus
Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia. Pada bagian pertama dijelaskan berbagai
tipe silabus pembelajaran bahasa disertai kelebihan dan kelemahan masing-masing
silabus. Sedangkan pada bagian kedua dicobauraikan mengenai kondisi real
silabus pembelajaran bahasa Arab yang ada di Indonesia.
TIPE SILABUS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Pembelajaran bahasa kedua, termasuk pembelajaran bahasa Arab,
meliputi beberapa tipe silabus. Setiap silabus memiliki gambaran khusus
mengenai pembelajaran dan penyajian kemahiran bahasa tersebut yang berdasarkan
atas asumsi-asumsi tertentu sesuai dengan teori bahasa yang dianutnya. Beberapa
silabus pembelajaran bahasa asing di antaranya
SILABUS STRUKTURAL
Al-Khuli (1986: 48) mendefinisikan silabus structural sebagai
منهج
لتعليم اللغة المنشودة يركز على قواعد اللغة و يعرض الوحدات التعليمية بتسلسل نحوي
معين
“Silabus
pembelajaran bahasa target yang memokuskan pada kaidah-kaidah bahasa dan
menyajikan unit-unit pembelajaran dalam bentuk penyajian serangkaian aspek
gramatikal tertentu”. Karl Krahnke (1987: 10) menyatakan bahwa silabus
structural adalah “is one in which the content of language teaching is a
collection of the forms and structures, usually grammatical, of the language
being taught” (silabus di mana isi pembelajaran bahasa berupa kumpulan
bentuk-bentuk dan struktur-struktur, biasanya dalam bentuk grammatika bahasa
yang dipelajari)”. Thu’aimah (1989: 99) menyatakan bahwa silabus structural
adalah tipe silabus yang menyajikan materi bahasa dalam bentuk pembahasan di
sekitar tema-tema gramatikal.
Silabus ini didasarkan pada dua asumsi dasar. Pertama, bahasa adalah
system (struktur). System bahasa mencakup sekumpulan gramatikal yang jika
dipelajari seseorang maka ia akan mampu menggunakan bahasa. Kedua, setiap makna
memiliki struktur bahasa tertentu sehingga dalam pembelajaran bahasa dibutuhkan
penentuan berbagai struktur yang dapat mentransfer berbagai makna yang
memudahkan proses komunikasi .
Bentuk/struktur bahasa berkaitan dengan makna bahasa. Salah satu
dari dua komponen tersebut dapat membatasi yang lainnya. Sebagai contoh makna
takjub dalam bahasa Arab memiliki setidaknya dua struktur ما أفعل dan أفعل به. Makna ‘pertanyaan/istifhaam’
memiliki beberapa struktur. Dengan demikian guru diharapkan dapat memberikan
sejumlah struktur atau bentuk-bentuk yang sesuai dengan makna yang dapat
memenuhi keinginan siswa (Thu’aimah, 1989: 100).
Secara procedural, perancang silabus
structural memulai upayanya dengan menentukan makna-makna yang akan diungkapkan
siswa. Setelah itu, perancang silabus menentukan struktur-struktur bahasa yang
dapat menampung makna-makna tersebut. Tahap berikutnya adalah memilih tema-tema
gramatikal yang terafiliasi pada struktur-struktur tersebut. Tahap terakhir
adalah menentukan urutan tema-tema gramatikal tersebut (sequencing) secara
logis yakni dengan mengawalkan tema yang menjadi syarat bagi tema berikutnya.
Ada beberapa istilah yang umum
digunakan pada silabus structural di antaranya:
- Pola
kalimat (أنماط الجملة), yakni corak kalimat yang di mana
makna disajikan. Misalnya, jumlah ta’ajjub, jumlah istifhamiyyah,
jumlah thalabiyyah, jumlah insyaiyyah dan sebagainya.
- Tema-tema
gramatikal (موضوعات النحو), yakni konsep-konsep grammatika terkait
struktur bahasa yang disusun dalam bab-bab tertentu. Misalnya, bab mubtada
dan khabar, bab maf’ul bih, bab idhafah dan
sebagainya.
- Struktur
Kalimat (التركيب اللغوي), yakni matriks yang mendadarkan
kalimat. Dalam hal ini kita dapat menyatakan suatu struktur kalimat
sebagai struktur fi’il + faa’il + maf’ul bih.
- Jumlah, yakni ungkapan yang dapat
dipahami maknanya (Thu’aimah, 1989: 100).
Silabus structural sangat umum dalam
penggunaan metode gramatika-terjemah. Metode tersebut beranjak dari pijakan
yang sama dengan silabus structural yakni bahwa bahasa adalah sekumpulan
kaidah-kaidah yang jika dipelajari seseorang, dapat memungkinkannya menggunakan
bahasa tersebut. Bagi metode ini, kaidah-kaidah bahasa juga dapat memberi bekal
siswa dengan sejumlah kosakata berdasarkan makna leksikal dan bukan berdasarkan
kebutuhan nyata siswa. Krahnke menjelaskan bahwa silabus structural juga dapat
diterapkan dengan metode Audio Lingual dan The Silent Way (Krahnke, 1987: 17).
Kelebihan silabus structural
1.
Strukutur
atau grammar adalah komponen yang paling umum (the most general component)
dalam kompetensi komunikatif.
2.
Silabus
structural sudah sangat dikenal sehingga menjadi konten yang familiar dalam
setiap kelas bahasa
3.
Fitur
dalam silabus structural mudah dideskripsikan.
4.
Pengetahuan
structural adalah komponen kompetensi komunikatif yang paling dapat diukur.
5.
Pengetahuan
struktur akan mencegah fosilisasi pembelajar bahasa. Fosilisasi adalah
penghentian belajar akibat tidak didukung oleh dasar yang kuat.
6.
Dalam
teori monitor Krashen, pengetahuan struktur dapat memainkan peran yang penting
sebagai dasar pembelajar untuk memonitor atau mengecek akurasi bahasa
pembelajar.
7.
Pengajaran
struktur bahasa memberikan dasar bagi guru atau orang lain untuk menyediakan
umpan balik akurasi produksi bahasa siswa
8.
Silabus
structural bebas dari nilai dan budaya bahasa yang dipelajari (Krahnke, 1987:
21-24).
Ada beberapa kritik yang dilayangkan
pada silabus structural dan merupakan kelemahan dari silabus ini antara lain:
1. Jika seseorang
dapat mendeskripsikan jumlah secara sintaksis atau dapat menganalisis
susunannya sehingga dapat memahami maknanya, hal ini belum tentu menjaminnya
dapat menggunakannya dalam percakapan nyata. Alasannya, suatu jumlah bisa jadi
diucapkan seseorang dengan berbagai konteks atau situasi tertentu seperti
konteks menyindir, takjub dan lain sebagainya.
2. Suatu makna
tidak mesti dinyatakan dengan satu struktur. Bisa jadi suatu makna diungkapkan
dengan beberapa struktur.
3. Silabus
structural mengabaikan kebutuhan individu dalam berkomunikasi karena silabus
tersebut tidak bertolak dari situasi-situasi berbahasa yang dibutuhkan siswa
dalam berbahasa.
4. Silabus ini
menjamin lulusannya mampu menguasai kaidah-kaidah bahasa tetapi tidak menjamin
lulusannya mampu berkomunikasi (Thu’aimah, 1989: 101).
5.
Persoalan
yang timbul karena urutan penyajian (sequencing) yang ketat pada silabus
structural mencegah siswa memproduksi struktur-struktur yang belum
dipelajarinya (Krahnke, 1987: 25)
Contoh Silabus Struktural
Saat ini,
penggunaan silabus structural secara murni jarang sekali ditemukan dalam
pembelajaran bahasa Arab. Kalaupun ada, biasanya sudah merupakan kombinasi dari
dua macam atau lebih. Sebagai contoh, dalam Kurikulum Bahasa Arab STAIN Kudus
dibedakan antara bahasa Arab I dan bahasa Arab II. Yang pertama lebih
menekankan aspek gramatika dan yang terakhir lebih menekankan kemahiran
membaca. Berikut ini contoh silabus Bahasa Arab I yang menekankan aspek
gramatika:
الموضوع
|
الدرس
|
الرقم
|
الجملة و ما يتركب منها
|
الدرس الأول
|
1
|
تقسيم الاسم الى
المذكر و المؤنث
|
الدرس الثانى
|
2
|
المفرد و المثنى
و الجمع
|
الدرس الثالث
|
3
|
الفعل (ماض – مضارع – أمر)
|
الدرس الرابع
|
4
|
الفاعل
|
الدرس الخامس
|
5
|
المفعول به
|
الدرس السادس
|
6
|
النكرة و المعرفة
|
الدرس السابع
|
7
|
الضمائر
|
الدرس الثامن
|
8
|
المبتدأ و الخبر
|
الدرس التاسع
|
9
|
كان و أخواتها
|
الدرس العاشر
|
10
|
إن و أخواتها
|
الدرس الحادي
عشر
|
11
|
الحال
|
الدرس الثاني
عشر
|
12
|
التمييز
|
الدرس الثالث
عشر
|
13
|
الاسم المجرور
|
الدرس الربع عشر
|
14
|
الإضافة
|
الدرس الخامس
عشر
|
15
|
SILABUS SITUASIONAL
Al-Khuli (1986: 110)mendefinisikan
Silabus Situasional sebagai berikut:
منهج لتعليم اللغة المنشودة
يعتمد على عرض نصوص لغوية ذات صلة بالمواقف التى قد يجد المتعلم نفسه فيها وسط
بيئة هذه اللغة
“Silabus pembelajaran bahasa target yang
didasrkan atas penyajian teks-teks bahasa yang memiliki keterkaitan dengan
situasi-situasi yang mungkin ditemui siswa pada lingkungan bahasa tersebut.”
Karl Krahnke (1987: 10) menyatakan bahwa, “A situasional syllabus is one on
which the content language teaching is a collection of real or imaginary
situasions in which language is used,” (Silabus
Situasional adalah silabus di mana isi pembelajaran bahasa merupakan kumpulan
situasi, baik nyata maupun imajiner, di mana bahasa berlangsung atau
digunakan).
Dalam rangka pengembangan silabus
structural, beberapa perancang silabus mulai melirik penyajian materi bahasa
dengan mempertimbangkan situasi-situasi yang dialami siswa. Ada dua macam
silabus situasional. Pertama, silabus situasinal yang masih kental dengan aroma
struktur atau yang dikenal dengan silabus situasional imajiner/manipulatif.
Kedua, silabus situasional yang beranjak dari situasi nyata di lapangan. Pada
silabus situasional jenis pertama struktur bahasa tetap diajarkan di
tengah-tengah pembelajaran situasi-situasi tersebut. Sebagai contoh, seorang
guru mengajar dengan disertai gerakan-gerakan yang menunjukkan struktur yang
diucapkan. Guru berkata (أنا أكتب الدرس) sambil menulis pelajaran di papan tulis atau ‘membuka pintu’
sambil berkata (الباب مفتوح)
(Thu’aimah, 1989: 101).
Jenis kedua dari silabus situasional
beranjak dari asumsi dasar bahwa bahasa adalah fenomena sosial yang muncul
sebagai sarana berkomunikasi antar sesame manusia. Kendatipun dalam
berkomunikasi struktur bahasa merupakan komponen yang perlu diperhatikan,
tetapi dalam silabus situasional jenis kedua ini komponen-komponen tersebut
selalu dipertimbangkan dengan situasi atau konteksnya. Dengan kata lain,
perhatian utama diberikan pada situasi atau konteks bahasa digunakan dan bukan
pada strukturnya. Sebagai implikasinya, terjadi pergeseran perhatian dari
materi ajar ke siswa pembelajar.
Para ahli berupaya memprediksi
situasi-situasi yang mungkin dihadapi siswa dalam komunikasi sehari-hari
melalui kajian-kajian lapangan atau penelitian-penelitian. Setelah diketahui
situasi-situasi yang diprediksi akan dihadapi siswa maka tahap berikutnya
adalah memilih materi bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi siswa.
Silabus semacam ini dapat memotivasi
siswa untuk melanjutkan studi bahasanya karena membuat proses belajarnya lebih
bermakna. Atau dalam istilah Krahnke disebut penghindaran terhadap ‘fosilisasi’
(Krahnke, 1987 : 70-71)
Adapun unit-unit pembelajaran bahasa
dengan silabus tipe ini adalah dengan menyajikan unit-unit yang berkisar di
sekitar kebutuhan-kebutuhan komunikasi siswa. Dengan demikian dapat disebutkan
di sini beberapa unit-unitnya seperti : Di Bandara, Di Pasar, Di Perpustakaan
Universitas, Di Restoran, Di Biskota dan lain sebagainya (Thu’aimah, 1989: 103).
Kelebihan
silabus situasional
1.
silabus
situasional dapat lebih mengarahkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam
seting spesifik
2.
silabus
situasional menyediakan konteks wacana di mana bentuk dan makna bahasa berpadu
3.
penggunaan
situasi-situasi dalam pembelajaran bahasa dapat memberikan informasi sosial dan
budaya tentang bahasa dan penutur aslinya (Krahnke, 1987: 45).
Kelemahan silabus
situasional
1.
meskipun
silabus situasional dapat meningkatkan transfer penggunaan bahasa yang terkait
dengan situasi pembelajaran, tetapi penggunaan situasi-situasi yang telah
ditentukan sebelumnya dan penggunaan situasi-situasi yang artificial dapat
mengurangi transfer tersebut. Hal ini karena siswa lebih diarahkan pada
rutinitas dan pola situasi yang telah ditentukan sebelumnya ketimbang
penggunaan bahasa yang kreatif.
2.
pembelajaran
dengan silabus situsional terhambat oleh sulitnya membuat bahasa autentik untuk
tujuan pembelajaran. Hal ini bisa jadi disebabkan antara lain pola-pola
autentik penggunaan bahasa dalam berbagai situasi oleh penutur asli belum
diketahui atau bisa jadi terkait dengan penggunaan yang kedaluwarsa karena
semakin spesifik suatu bahasa diasosiasikan dengan situasi akan semakin cepat
kemungkinannya menjadi tidak lagi sesuai.
3.
silabus
situasional memiliki kelemahan dalam pengurutan (sequencing) konten (Krahnke,
1987: 45-46).
Thu’aimah (1989: 103) juga
melayangkan kritiknya terhadap silabus ini di antaranya:
1. Kebutuhan
komunikasi berbeda-beda baik pada tataran individu maupun masyarakat. Apa yang
sesuai bagi satu kelompok belum tentu sesuai dengan kelompok lainnya. Dengan
demikian idealnya terdapat banyak situasi yang sebanding dengan beragamnya
kebutuhan komunikasi.
2. Bahasa yang
diungkapkan di kelas, meskipun beranjak dari kebutuhan nyata dalam kehidupan,
sejatinya masih berada pada tataran imajiner/manipulatif. Situasi alamiah sulit
dipindahkan dalam situasi belajar di kelas
3. Terdapat
perbedaan mendasar antara situasi terpola (موقف نمطي) yang merupakan sarana dalam pembelajaran (di kelas) dengan
situasi alamiah (موقف طبيعي)
yang sulit ditransfer. Misalnya, jika situasi di pasar diprediksi sebagai
aktifitas membeli saja, maka akan
bertentangan dengan kenyataan bahwa aktifitas di pasar tidak hanya ‘membeli’
karena bisa jadi seseorang ke pasar untuk berjualan, melihat dan membandingkan
harga, mengawasi jalannya jual beli, menjaga keamanan pasar dan sebagainya.
Di antara metode pembelajaran bahasa yang biasa
diasosiasikan dengan silabus situasional adalah Metode Audio Lingual dan Metode
Langsung.
Contoh Silabus Situasional
Contoh Silabus yang menggunakan
Silabus Situasional secara eksplisit adalah Silabus Bahasa Arab program Bahasa
kelas XI semester I dan Silabus Bahasa Arab pada kurikulum bahasa Arab SMA pada
kelas XI semester I. Berikut ini dicuplikkan Silabus Bahasa Arab Program Bahasa
kelas XI semester I
STANDAR KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
Menyimak
1. Memahami informasi lisan
berbentuk paparan atau dialog tentang identitas diri dan kehidupan madrasah
|
1.1 Mengidentifikasi bunyi,
ujaran (kata, frasa atau kalimat ) dalam suatu konteks dengan tepat
1.2 Menangkap makna dan gagasan
atau ide dari berbagai bentuk wacana lisan secara tepat
|
Berbicara
2. Mengungkapkan informasi
secara lisan berbentuk paparan atau dialog tentang identitas diri dan
kehidupan madrasah
|
2.1 Menyampaikan gagasan atau
pendapat secara lisan tentang remaja
dengan lafal yang tepat
2.2 Menyampaikan gagasan atau
pendapat secara lisan dengan lafal yang tepat
2.3 Melakukan dialog sesuai konteks dengan tepat dan lancar
|
Membaca
3. Memahami wacana tulis
berbentuk paparan atau dialog tentang identitas diri dan kehidupan madrasah
|
3.1 Melafalkan dan membaca
nyaring kata, kalimat, dan wacana tulis dengan benar
3.2 Mengidentifikasi bentuk dan
tema wacana secara tepat
3.3 Menemukan makna dan gagasan
atau ide wacana tulis secara tepat
|
Menulis
4.
Mengungkapkan informasi secara tertulis berbentuk paparan atau dialog
tentang identitas diri dan kehidupan madrasah
|
4.1 Menulis kata, frasa,dan
kalimat dengan huruf, ejaan dan tanda
baca yang tepat
4.2
Mengungkapkan gagasan atau pendapat secara tertulis dalam kalimat dengan
menggunakan kata, frasa, dan
struktur yang benar
|
Catatan:
Ketiadaan rumusan “bentuk kata dan struktur kalimat” yang menyertai SK dan
KD pada MA Program Bahasa disebabkan karena program ini berdasar atas “silabus
situasi” (منهج المواقف), berbeda dengan MI, MTs, dan MA yang
menganut model silabus gramatika (منهج القواعد).
SILABUS NOSIONAL/FUNGSIONAL
Al-Khuli (1986: 84) mendefinisikan
Silabus Nosional sebagai berikut:
منهج لتعليم اللغة الأجنبية
يعتمد على وظائف اللغة بدلا من وحدات القواعد أو المواقف.
“Silabus pembelajaran bahasa asing yang
didasrkan atas fungsi-fungsi bahasa sebagai pengganti dari unit-unit kaidah dan
situasi.” Karl Krahnke (1987: 10) mendefinisikannya sebagai “is one in which
the content of language teaching is a collection of the functions that are
performed when language is used, or of the notions that language is used to
express (silabus di mana isi pembelajaran bahasa
adalah kumpulan fungsi-fungsi yang akan
ditampilkan (performed) ketika bahasa digunakan atau sekumpulan nosi-nosi (gagasan-gagasan)
yang akan diekspresikan oleh bahasa).
Silabus ini didasarkan pada
pertimbangan kemampuan komunikasi sebagai pijakan awal. Jika perhatian silabus
structural digambarkan dengan pertanyaan, “Bagaimana penutur mengungkapkan
makna yang diinginkannya? (perhatiannya tertuju pada struktur atau bentuk
gramatikal). Sedangkan perhatian silabus situasional digambarkan dengan
pertanyaan, “Kapan dan di mana makna bahasa diungkapkan? (perhatian ditujukan
pada situasi di mana bahasa digunakan”. Dalam silabus nosional yang
diperhatikan adalah “kebermaknaan”, yakni dengan menjawab pertanyaan, “Makna
apa yang ditransfer melalui bahasa?” Hal ini tanpa meminggirkan pentingnya
struktur dan situasi.
Pemilihan materi bahasa dilakukan
sesuai dengan makna-makna yang dibutuhkan siswa dalam proses komunikasi. Dengan
demikian ‘makna’ dan bukan struktur atau situasi yang menentukan materi bahasa.
Namun demikian hal ini mengkonsekuensikan beraneka ragamnya struktur bahasa
atau situasi bahasa sesuai dengan beraneka ragamnya nosi-nosi/gagasan yang ada.
Wilkins, sebagai orang yang
memperkenalkan silabus ini, membagi nosi-nosi menjadi beberapa unit besar dan
sub-unit-sub-unit yang lebih kecil. Wilkins menyebutkan beberapa unit besar
antara lain: waktu, bilangan, tempat, makna hubungan, kaitan jumlah yang
diucapkan dengan konteksnya. Adapun unit-unit kecil merupakan subunit dari unit
besar sebagaimana disebut di atas. Unit besar waktu meliputi beberapa unit
kecil antara lain: waktu tertentu (sekarang, hari Senin, tanggal 25 April 2011,
kemarin, dan sebagainya), durasi, hubungan waktu, pengulangan, kesinambungan,
dan lain-lain (Thu’aimah, 1989: 105).
Kontekstualitas (السياقية) adalah pertimbangan utama
dalam silabus nosional. Sebagai contoh kalimat (السماء تمطر) memiliki beberapa makna di
antaranya: pertama, sebagai ‘pembuka pembicaraan’, jika dikaitkan dengan
konteks seseorang yang bertemu di suatu tempat untuk pertama kalinya. Kedua,
kalimat tersebut dapat bermakna ‘larangan keluar’, jika dikaitkan dengan
konteks ketika seseorang berbicara dengan anaknya yang masih kecil dan
terus-menerus ‘merengek’ untuk keluar rumah. Ketiga, bermakna ‘menyarankan agar
lawan bicara membawa payung’, jika seseorang berkata, misalnya, kepada tamunya
yang hendak ke luar rumah pada saat hujan. Dengan demikian sulit kiranya
mengeneralisasi makna suatu kalimat jika hanya merujuk pada kosakata, struktur,
atau situasinya saja (Thu’aimah, 1989: 105).
Kelebihan
silabus nosional/fungsional
1.
silabus
nosional/fungsional memuat informasi tentang penggunaan bahasa yang tidak
dimuat silabus structural
2.
silabus
nosional/fungsional melihat bahasa sebagai system komunikasi bukan system
abstrak dari elemen-elemen dan peraturan-peraturan bahasa
3.
pembelajaran
bahasa akan lebih efektif karena silabus ini memberikan analisis yang memadai
tentang hal-hal yang diinginkan siswa (Krahnke, 1987: 35).
Kelemahan
silabus nosional:
1.
silabus
nosional/fungsional masih sangat sederhana yakni masih berupa serangkaian
pasangan fungsi dan bentuk tertentu yang sangat terbatas.
2.
karena
konten silabus nosional/fungsional berkaitan dengan penggunaan-penggunaan
spesifik maka tipe ini kurang umum (less generalizable) ketimbang konten
structural.
3.
menghadirkan
“rutinitas” misalnya ungkapan No, thank you, adalah ungkapan penolakan
halus (Krahnke, 1987: 37-38).
Thu’aimah (1989: 105-106) juga
memberikan kritik terhadap silabus nosional ini antara lain sebagai berikut:
- Belum
ada ‘kerangka makna’ tertentu yang dapat menentukan nosi-nosi yang
disajikan silabus nosional. Apa yang disajikan Wilkins hanya suatu ikhtiar
yang tidak lepas dari kritik.
- Tidak
ada hubungan tertentu antara kalimat dengan maknanya sebagaimana
dipaparkan pada contoh di atas.
- Sulit
membuat sistematisasi silabus nosional.
Contoh Silabus Nosional/Fungsional
Silabus Nosional kerap digunakan
pada buku-buku percakapan bahasa Arab yang disusun berdasarkan nosi-nosi
(gagasan-gagasan) seperti pada buku La Taskut: Panduan Praktis Percakapan
Bahasa Arab.
Adapun contoh Silabus Nosional sebagai berikut:
الموضوع
|
الرقم
|
التعارف
|
1
|
اللقاء
|
2
|
النداء
|
3
|
السلام الترحيبي
|
4
|
التهنئات و التشكرات
|
5
|
الأمر و النصيحة
|
6
|
الطلب و التسويم
|
7
|
الاستعانة
|
8
|
الموافقة
|
9
|
SILABUS/KURIKULUM MULTIDIMENSIONAL
Silabus ini didasarkan atas empat
desain pembelajaran atau empat muatan yakni muatan kebahasaan, muatan budaya,
muatan komunikasi, dan muatan umum pembelajaran bahasa. Sepintas keempat muatan
tersebut tidak menunjukkan sesuatu yang baru dari suatu silabus karena setiap
silabus tentunya memuat segi-segi baik kebahasaan maupun budaya. Silabus
multidimensional ini paling tidak memiliki karakteristik sebagai berikut
(Thu’aimah, 1989 :106)
1.
Muatan budaya, muatan komunikasi, dan muatan
umum diperlakukan secara sistematis sama dengan muatan bahasa
2.
keseluruhan muatan-muatan tersebut mendapatkan
porsi yang seimbang pada saat pendesaianan silabus baru
3.
Keempat muatan tersebut saling melengkapi satu
sama lain dalam bangunan silabus multidimensional
Beberapa decade belakangan semakin
menunjukkan kebutuhan pada penggabungan metode dan strategi pembelajaran bahasa
asing dan karena itu teori bahasa yang terlalu sempit pandangan tidak
memberikan banyak manfaat. Uraian keempat muatan silabus dimensional adalah
sebagai berikut.
a. Muatan
Kebahasaan
Silabus ini mendasrkan pandangannya
pada pembedaan antara (use/استخدام اللغة) dan (usage/استعمال اللغة). Use merupakan penggunaan bahasa yang beranjak dari
kesesuaiannya dengan situasi di mana bahasa tersebut digunakan. Sedangkan usage
menunjukkan kemampuan menggunakan bahasa yang beranjak dari pengetahuan akan
system bahasa. Dalam hal ini harus dibedakan antara dua level bahasa, level
struktur dan level fungsi. Level yang pertama mencakup komponen-komponen bahasa
mulai dari kosa kata hingga frasa. Level yang kedua dikhususkan pada penggunaan
bahasa (usage/استعمال اللغة) dan pemahaman beraneka ragam fungsinya. Silabus
multidimensional ini berupaya memberikan perhatian yang seimbang terhadap kedua
level bahasa tersebut.
b. Muatan Budaya
Pada silabus-silabus tradisional perhatian
terhadap aspek budaya menjadi beban yang biasanya dihindari para guru. Karena
itu, muatan budaya sering dianggap sebagai muatan sekunder dalam pembelajaran
bahasa asing. Muatan budaya yang terdapat pada silabus multidimensional tidak
berarti bahwa sisi ini dijadikan materi tersendiri tetapi muatan kebahasaan
dipadukan dengan muatan budaya atau sebaliknya muatan budaya dipadukan dengan
muatan kebahasaan.
c. Muatan
Komunikasi
Muatan ini bertujuann untuk menyediakan kesempatan-kesembapatan
bagi siswa agar dapat mempergunakan bahasa pada situasi-situasi alamiah atau
mendekati seting alamiah. Focus utama pada muatan komunikasi adalah transfer
makna dan pemenuhan kebutuhan komunikasi. Dalam hal ini kesalahan-kesalahan bahasa
dapat diterima sepanjang tidak mempengaruhi makna. Bisa jadi program-program
baru disajikan dalam rangka memperkuat muatan komunikasi seperti program
tinggal di rumah penutur asli, penggalakan program belajar di Negara-negara
berbahasa target, muhibah, magang di Negara-negara berbahasa target,
penyelenggaraan kemah bahasa target, perayaan-perayaan nasional bahasa target,
atau mengenal minoritas yang berbahasa target pada suatu wilayah.
Program-program tersebut dapat memotivasi kelanjutan siswa belajar bahasa
target.
d. Muatan Umum
pembelajaran bahasa
Beberapa aspek yang mencakup muatan umum
pembelajaran bahasa adalah disiplin ilmu seperti linguistic, psikologi,
psikolinguistik, sosiolinguistik dan sebagainya. Muatan umum tersebut dapat
diberikan dalam tiga bentuk. Sebagai matrikulasi, yakni diberikan sebelum
memulai pembelajaran bahasa asing. Sebagai tinjauan sekilas yang diberikan
bersamaan pada saat pembelajaran bahasa asing. Bisa juga dalam bentuk terpisah
yakni diberikan pada kesempatan tersendiri (Thu’aimah, 1989: 107-111).
Contoh Silabus/Kurikulum
Multidimensional
Buku Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin
karya Mahmud Ismail Shini dan kawan-kawan dapat dipandang sebagai penerapan dari
prinsip Silabus Multidimensional. Pada bagian pengantarnya, Ismail Shini menyebut
empat prinsip penyusunan buku seri Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin sebagai
berikut:
1. Pemaduan empat
kemahiran berbahasa mendengar, mewicara, membaca, dan menulis dengan penekanan
pada aspek produktif pada jilid 1 dan 2
2. Perhatian pada
bahasa Arab kontemporer dengan tetap mempertimbangkan khazanah budaya Islam
agar memungkinkan siswa mengkaji Islam dan berkomunikasi dalam keseharian
3. Pemanfaat hasil
kajian tentang pembelajaran bahasa asing semisal penekanan pada unsure-unsur
bahasa seperti bunyi bahasa, tarkib, dan penggunaan media audio visual dalam
pembelajarannya.
4. Perhatian pada
calon pengajar yang akan menggunakan seri buku tersebut dengan menyiapkan
panduan bagi pengajar dan pelatihan (Ismail Shini, dkk, 1983: هـ ).
Jika dicermati secara
sepintas daftar isi buku tersebut memang tidak secara eksplisit memuat silabus
multidimensional dan akan lebih terlihat sebagai silabus gramatikal. Namun
demikian jika merujuk pada prinsip-prinsip di atas maka akan didapati
dimensi-dimensi tersebut tersebar dalam keseluruhan buku bahkan pada
keseluruhan seri Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin jilid 1 hingga 6. Bisa
dikatakan bahwa dimensi-dimensi tersebut terintegrasi dalam keseluruhan
buku Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin.
SILABUS BERBASIS KETERAMPILAN
Al-Khuli mendefinisikan silabus ini
sebagai
منهج يبنى خطة تعليم على أساس
تعليم المهارات اللغوية متدرجة مع التركيز على مهارة واحدة فى كل مرحلة
“Silabus yang
desain pembelajarannya didasarkan prinsip pembelajaran keterampilan bahasa
dengan memokuskan pada salah satu keterampilan bahasa pada setiap fase
pembelajarannya”. Karl Krahnke (1987: 10) menyatakan bahwa, “A skill-based
syllabus is one in which the content of the language teaching is a collection
of specific abilities that may play a part in using language” (Silabus
berbasis keterampilan adalah silabus yang berisi sejumlah kemampuan-kemampuan
spesifik yang “diprediksi” menjadi bagian dari penggunaan bahasa).
Ketrampilan merupakan hal-hal yang
harus dikuasai seseorang agar dianggap kompeten dalam suatu bahasa. Jika
silabus situasional mengumpulkan fungsi-fungsi ke dalam seting-seting khusus
penggunaan bahasa, maka silabus berbasis keterampilan mengumpulkan kompetensi
linguistic (pelafalan, kosakata, grammar, sosiolinguistik, dan wacana)
bersama-sama dengan tipe-tipe umum perilaku seperti mendengarkan bahasa tutur
untuk mencari gagasan utama, menulis paragraph yang baik, menyampaikan
presentasi lisan yang efektif, membaca teks untuk mencari gagasan pokok atau
gagasan penjelas dan lain sebagainya.
Kelebihan
Silabus berbasis ketrampilan (Skill-Based Syllabus)
- silabus berbasis ketrampilan
sangat berguna ketika pembelajar ingin menguasai suatu tipe penggunaan
bahasa, baik secara ekslusif maupun sebagai bagian dari kompetensi yang
lebih luas.
- silabus berbasis keterampilan
lebih sesuai dengan kebutuhan atau keinginan pembelajar. Karena itu, lebih
pembelajarannya lebih dapat diterima karena sesuai dengan tujuan mereka
(Krahnke, 1987: 53-54).
Kelemahan
silabus berbasis keterampilan
- Karena menekankan aspek spesifik
dari keterampilan bahasa maka silabus berbasis keterampilan tidak
memberikan keterampilan umum (general proficiency) bahasa.
- Kelemahan pada poin 1 pada
gilirannya memunculkan pertanyaan di sekitar nilai sosial yang dimuat oleh
silabus berbasis keterampilan. Hal ini karena silabus tipe ini tidak
menyiapkan siswa dengan kebutuhan-kebutuhan yang lebih besar ketimbang
kebutuhan spesifik mereka (Krahnke, 1987: 54-55).
SILABUS BERBASIS TUGAS
Karl Krahnke (1987: 11) menyatakan bahwa, “In task-based
instruction the content of the teaching is a series of complex and purposeful
tasks that the students want or need to perform with the language they are
learning” (Pada silabus berbasis tugas, konten
pengajaran berupa serangkaian tugas-tugas kompleks dan purposif yang diinginkan
atau dibutuhkan siswa pada saat menggunakan bahasa yang dipelajari). Dengan
kata lain silabus ini lebih menekankan pada aspek aktifitas atau tugas-tugas
sebagai prioritas pembelajaran bahasa adapun aspek bahasa itu sendiri merupakan
hal yang sekunder.
Tugas-tugas merupakan aktifitas-aktifitas dengan tujuan bukan
seperti pada belajar bahasa, tetapi, sebagaimana pada silabus berbasis isi
(akan dijelaskan di bawah ini). Pelaksanaan tugas (performance of the tasks)
dilakukan dengan suatu cara yang ditujukan mengembangkan kemampuan bahasa kedua
(B2) atau bahasa asing. Tugas-tugas memadukan ketrampilan-ketrampilan bahasa
pada seting-seting khusus penggunaan bahasa.
Silabus berbasis tugas berbeda dengan silabus situasional di mana
tujuan pengajaran bahasa silabus situasional adalah mengajarkan konten bahasa
tertentu yang terjadi pada situasi-situasi tertentu. Dengan kata lain penekanannya
adalah produk. Sedangkan silabus berbasis tugas bertujuan mengajarkan siswa
untuk melaksanakan beberapa kerja (piece of work). Penekanan pada
silabus berbasis tugas adalah prosesnya. Contoh silabus berbasis tugas antara
lain pada: melamar pekerjaan, berbicara dengan pekerja sosial, mencari
informasi penginapan melalui telepon, mengisi formulir birokratik, mengumpulkan
informasi tentang pra-sekolah untuk memutuskan sekolah yang dimasuki,
mempersiapkan makalah untuk mata pelajaran lain, membaca buku teks untuk mata
pelajaran lain dan sebagainya (Krahnke, 1987: 12)..
Kelebihan
silabus berbasis tugas
- cocok untuk siswa dari berbagai
usia dan latar belakang
- silabus ini sangat efektif bagi
siswa yang membutuhkaan penggunaan bahasa untuk tujuan spesifik
- sesuai dengan karakter siswa yang
tidak terbiasa dengan kelas tradisional
- dapat memberikan segi cultural dan
kecakapan hidup dengan bahasa yang dipelajarinya (Krahnke, 1987: 61).
Kelemahan
silabus berbasis tugas
Kelemahan tipe silabus ini lebih pada aspek implementasinya di
lapangan. Kelemahan tersebut dapat terletak pada guru, seting pembelajaran, dan
pada siswa. Penjabarannya sebagai berikut
- membutuhkan guru yang kreatif dan
inisiatif dalam pembelajaran bahasa
- membutuhkan sumber belajar yang
melampaui buku teks atau materi-materi yang biasanya ada pada kelas bahasa
- membutuhkan pembelajaran di dalam
lingkup kultur bahasa target
- banyak siswa yang menolaknya bisa
jadi karena silabus ini tidak sesuai dengan tujuannya belajar bahasa
- silabus ini bukan silabus berpusat
pada guru (teacher-centered) sehingga membutuhkan komitmen dan tanggung
jawab besardari sisi siswa (Krahnke, 1987: 61-62).
SILABUS BERBASIS KONTEN
Karl Krahnke mentebutkan bahwa, “A content-based syllabus is not
really a language teaching syllabus at all. In content-based language teaching,
the primary purpose of the instruction is to teach some content or information
using the language that the students are also learning” (Silabus berbasis
konten pada dasarnya bukan sebuah silabus pengajaran bahasa. Hal ini karena
pengajaran bahasa berbasis isi bertujuan mengajarkan konten atau informasi
menggunakan bahasa yang sedang dipelajari siswa).
Hal utama dalam silabus ini adalah materi pelajaran, sedangkan
bahasa hanya digunakan secara incidental. Pengajaran materi pelajaran tidak
diorganisasikan di sekitar pembelajaran bahasa tetapi sebaliknya, pembelajaran
bahasa diorganisasikan di sekitar materi pembelajaran. Pembelajaran bahasa
berbasis konten menekankan pada informasi, sedangkan pengajaran bahasa berbasis
tugas menekankan pada proses-proses komunikatif dan kognitif. Sebuah contoh
pengajaran bahasa berbasis konten adalah sebuah kelas sains yang diajarkan
dengan bahasa yang ingin dipelajari atau kelas sains yang diajarkan dengan
bahasa Arab. Hal ini tentu saja dibarengi dengan penyesuaian linguistic guna
membuat pengajaran sains lebih mudah dipahami.
Kelebihan
silabus berbasis konten
- silabus berbasis konten dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bahasa dan materi
pelajaran lainnya secara bersamaan.
- bahasa yang diajarkan sesuai
dengan konteksnya, yakni pada bidang studi atau mata pelajaran tertentu
- kesesuaian antara bahasa yang
diajarkan dengan kebutuhan siswa
- siswa yang kurang berminat jika
bahasa diajarkan terfokus pada kelas bahasa menjadi termotivasi karena
belajar bahasa sesuai dengan bidang yang diminatinya (Krahnke, 1987:
69-70).
Kelemahan
silabus berbasis konten
- jika tidak dimonitor dan diberi
umpan balik secara baik dalam kecakapan bahasa siswa, akan melahirkan
fosilisasi premature dalam pembelajaran bahasa
- silabus berbasis konten tidak
cocok pada siswa level dasar (Krahnke, 1987: 70-71)
Di samping ketujuh tipe silabus di
atas masih ada beberapa tipe silabus lainnya yang biasa digunakan dalam
pembelajaran bahasa asing. Tipe-tipe tersebut antara lain Silabus Prosedural,
Silabus Kultural, Silabus Berbasis Proses, Silabus Berbasis Siswa, Silabus
Proporsional, Silabus Leksikal (Mohseni Far, http://www3.telus.net/linguisticsissues/syllabi), dan Silabus Komunikasi, Silabus
Fonologis (Al-Khuli, 1986: 20 dan 92), serta Silabus Semantik (Effendy, 2009:
75).
Penulis beranggapan bahwa keseluruhan
tipe silabus pembelajaran bahasa tidak mesti dipertentangkan satu sama lain
karena setiap tipe mewakili sudut pandang prioritas utama ketika membelajarkan
bahasa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Krahnke bahwa tipe-tipe
pembelajaran bahasa dapat disajikan secara
kombinatif dimulai dengan silabus yang lebih menekankan struktur dan diakhiri
dengan silabus yang berbasis penggunaan bahasa. Hal ini karena bahasa dapat
ditinjau sebagai hubungan antara bentuk (form/struktur) dan makna (meaning).
Dengan demikian pengajaran bahasa juga dapat ditekankan pada satu
aspek atau segi hubungan antara bentuk dan makna tersebut. Karl Krahnke
menyebut keenam tipe silabus pengajaran bahasa (di luar silabus
Multidimensional) sebagai sebuah “kesinambungan” (continuum), yang berkisar
mulai dari silabus yang berbasis “bentuk bahasa” menuju ke silabus berbasis
“makna bahasa” sebagaimana dideskripsikan dalam gambar berikut ini (Krahnke,
1987: 12)
Sructural # Notional # Situasional # Skill-Bsd
# Task-Bsd #Content-Based
-----:-----------:------------------:-----------:-----------------:-----------------:--------
Penekanan pada
bentuk Penekanan
pada makna
Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin ke kanan maka
penekanan pembelajar lebih ke aspek maknanya. Tinjauan terhadap berbagai tipe
silabus pembelajaran bahasa sebagaimana dipaparkan di atas juga dapat
disederhanakan berdasarkan paradigma yang disajikan Yalden (dalam Krahnke,
1987: 13) yakni paradigma sintetik-analitik, formal-fungsional,
structural-kontekstual, dan grammatical-komunikatif.
Berbagai tipe silabus pembelajaran bahasa sebagaimana dielaborasi di
atas juga dapat ditemukan keberadaannya pada silabus-silabus pembelajaran
bahasa Arab untuk non-Arab di Indonesia. Hal ini sebagaimana yang akan
diuaraikan pada bagian berikut ini.
TIPE SILABUS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI INDONESIA
Pembelajaran bahasa
Arab di Indonesia memiliki karakteristik khusus di bandingkan dengan
bangsa-bangsa lainnya. Sejak lama bahasa Arab telah menjadi mata pelajaran di
lembaga-lembaga Islam seperti pondok-pondok pesantren dan madrasah-madrasah.
Effendi menyatakan bahwa silabus
pembelajaran bahasa Arab di Indonesia baik di madrasah maupun sekolah umum, dan
kalangan pesantren hingga tahun 1960-an menggunakan silabus structural (Effendy,
2009: 75). Sejak decade 70-an dimulai pembaharuan system pembelajaran bahasa
Arab yang dipelopori Departemen Agama. Meskipun silabus pembelajaran bahasa
Arab tidak disebutkan secara eksplisit tetapi pergeseran dari metode
nahwu-terjemah kepada metode komunikatif mengkonsekuensikan pergeseran silabus
menuju silabus yang sesuai dengan semangat komunikasi tetapi pijakan kepada
silabus structural masih kuat (Umam, dkk., 1975: 13).
Kurikulum bahasa Arab tahun 1984
mensejajarkan antara situasi atau konteks (dalam hal ini tema-tema) dengan
unsure gramatikal secara pararel. Buku Pelajaran Bahasa Arab Madrasah
Tsanawiyah Kurikulum 1984 karangan Prof. Hidayat, dkk., memuat judul-judul
seperti usratii, fi al-gurfat al-juluus, fi ghurfat al-akli yang
disandingkan dengan topic gramatikal seperti harf jar, mubtada-khabar, dan
khabar muqaddam (Lihat, Hidayat, dkk, 1986: xiii). Baru pada akhir
decade 80-an di mana buku-buku tentang pendekatan komunikatif semakin banyak
bermunculan maka kurikulum bahasa Arab
tahun 1994 menyebut tema sebagai dasar pengembangan bahan, proses belajar
mengajar, dan wadah bagi penyatupaduan unsure-unsur bahasa, fungsi dan nosi
(Effendy, 2009: 78).
Kurikulum bahasa Arab tahun
2004/2006 juga memuat tema-tema (situasional), seperti tentang perkenalan, alat-alat madrasah, dan profesi, alamat, keluarga, dan
kehidupan keluarga, lingkungan rumah dan kebun, lingkungan madrasah,
perpustakaan, dan kantin, kegiatan sehari-hari, kegiatan yang telah dilakukan
(pada MI); perkenalan dan
lingkungan madrasah, lingkungan
rumah, keluarga dan alamat tempat tinggal, jam/pukul berapa, kegiatan di
madrasah dan kegiatan di rumah, hobi dan profesi, upacara-upacara keagamaan, berwisata
(pada MTs); perkenalan dan kehidupan keluarga, hobi dan pekerjaan, remaja
dan kesehatan, fasilitas umum dan
pariwisata, Kebudayaan dan tokoh-tokoh Islam, hari-hari besar Islam dan
kisah-kisah Islami (pada MA) (Lihat Lampiran Permenag Nomor 2 Tahun 2008).
Hal menarik yang terdapat pada kurikulum bahasa
Arab tahun 2004/2006 ini adalah penyebutan secara eksplisit bahwa Silabus yang
digunakan adalah “Silabus Gramatikal” atau dalam tulisan ini disebut sebagai
“Silabus Struktural” pada pembelajaran bahasa Arab mulai dari MI, MTs hingga MA
kecuali pada MA Program Bahasa yang menggunakan “Silabus Situasional”. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
Ketiadaan rumusan “bentuk kata dan struktur
kalimat” yang menyertai SK dan KD pada MA Program Bahasa disebabkan karena
program ini berdasar atas “silabus situasi” (منهج المواقف), berbeda dengan MI, MTs, dan MA yang
menganut model silabus gramatika (منهج القواعد) (Lihat Lampiran Bab VIII Permenag No. 2 Tahun
2008, hal. 124)
Hal ini tentu masih bisa
diperdebatkan karena penggunaan istilah “Silabus Gramatikal/Struktural” pada
kurikulum tersebut tidak menggambarkan keseluruhan bangunan silabus yang digunakan.
Benar bahwa materi qawaid disajikan, meminjam istilah Effendy (2009: 81),
secara pararel dengan tema-tema yang tercantum sebagai dasar pembelajaran
bahasa Arab. Kendatipun, penabalan istilah “Silabus Situasional” pada MA
Program Bahasa tidak menjadi tepat hanya karena tidak disebutkan pada SD-KD
kurikulum tersebut.
Penetapan yang demikian dapat ditafsirkan bahwa
kurikulum bahasa Arab untuk semua jenjang pendidikan madrasah, kecuali MA
Program Bahasa, masih kuat menggunakan Silabus Struktural. Jadi kalaupun tujuan
komunikasi dikedepankan maka aspek komunikasi itu harus beranjak dari
pengetahuan struksur bahasa. Hal ini sebanding dengan silabus situasional pada
tahapan manipulatif (منهج المواقف المصطنعة) (lihat Thu’aimah, 1989: 102) dan belum sampai
kategori Silabus Situasional Alamiah (منهج
المواقف الطبيعية).
Dengan adanya tema-tema
yang dicantumkan sejajar dengan qawaid yang disajikan pada bagian terintegrasi
dengan tema-tema maka dapat dikatakan bahwa silabus pembelajaran bahasa Arab
saat ini sebenarnya berupaya “mengakomodasi” berbagai tujuan yang dikehendaki
pembelajaran bahasa Arab secara umum. Hal ini berbeda dengan kurikulum bahasa
Arab di SMA yang tidak mensejajarkan tema-tema dengan struktur bahasa. Alasan
di balik perbedaan ini mungkin bisa dijelaskan karena perbedaan posisi bahasa
Arab di masing-masing jenis pendidikan berbeda. Pada madrasah, mata pelajaran
bahasa Arab diajarkan mulai dari tingkat MI, MTs hingga MA. Dengan demikian
maka pembelajarannya merupakan suatu kesinambungan. Adapun di SMA, mata
pelajaran bahasa Arab adalah mata pelajaran pilihan sehingga silabus yang ada
benar-benar ditentukan aspek yang paling dibutuhkan bagi siswa SMA yakni aspek
komunikasi. Alasan bisa saja dimunculkan terkait masih dominannya tujuan
pembelajaran bahasa Arab sebagai alat memahami khazanah keislaman di madrasah.
Adapun pada jenis
pendidikan nor-formal, baik kursus-kursus bahasa Arab atau pelatihan-pelatihan
bahasa Arab maka Silabus Situasional dan Silabus Nosional, bahkan Silabus
Multidimensional kerap dijadikan sebagai tipe yang dijadikan model pembelajaran
bahasa Arab. Di samping itu buku-buku percakapan sehari-hari atau percakapan untuk
tujuan khusus seperti bahasa Arab untuk pergi
haji atau umroh, atau sebagai persiapan tenaga kerja (TKI) juga menggunakan
Silabus silabus yang tidak lagi menekankan struktur bahasa.
Sebagai contoh, buku Jago
Berbahasa Arab: Panduan Praktis Berbahasa Arab untuk Haji, Umrah dan TKI,
karangan Imam Taufik dkk., di dalamnya memuat situasi-situasi tertentu yang
mungkin dihadapi seseorang jika pergi ke Timur Tengah. Situasi-situasi itu
antara lain: di Bandara, di Masjidil Haram, di Maktab, di Restoran dan
sebagainya (Taufiq, 2009: vii-xi). Lebih jauh, Zuhri dan Suhail (2009)
menyajikan percakapan dalam bentuk nosi-nosi seperti pertemuan, selamat dan
terima kasih, perintah dan nasihat, permintaan dan penawaran, ekspresi dan
perasaan (Zuhri dan Suhail, 2009: xxi-xxv) yang dibumbui keterangan ragam
budaya baik fusha maupun ‘amiyahnya yang mengingatkan kita pada komponen
Silabus Multidimensional.
Jika demikian halnya maka
pembelajaran bahasa Arab di Indonesia secara umum terkait dengan tujuan
pembelajarannya. Pada pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan akademik (meminjam
istilah Richards) maka 4 silabus teratas yakni gramatikal, situasional,
nosional dan multidimensional adalah tipe-tipe yang sangat umum digunakan.
Namun demikian perlu digaris bawahi bahwa penggunaan satu tipe silabus secara
murni sulit ditemukan pada pembelajaran bahasa Arab di Indonesia dewasa ini.
Kombinasi merupakan respons positif dalam menjawab tantangan pembelajaran
bahasa Arab dewasa ini.
PENUTUP
Dalam bagian ini penulis
ingin menyampaikan beberapa hal penting yang dapat dianggap sebagai benang
merah tulisan ini:
1.
Silabus Pembelajaran bahasa asing, termasuk bahasa
Arab, memiliki banyak tipe yang secara sederhana dapat dikategorikan menjadi
dua. Pertama, yang lebih menekankan pada bentuk bahasa (form) dan kedua yang
lebih menekankan pada makna (mean). Keberadaan bermacam tipe silabus dapat
dilihat sebagai bentuk pengembangan dari silabus yang ada sebelumnya sehingga
pemaparannya tidak perlu untuk dipertentangkan.
2.
Silabus pembelajaran bahasa Arab terutama bagi
penutur non-Arab masih kental dengan nuansa strukturalnya. Hal ini bisa
dijelaskan dengan fenomena pembelajaran bahasa Arab di Indonesia secara khusus
dan pembelajaran bahasa Arab di Asia Tenggara pada umumnya.
3.
Silabus berbasis tugas, silabus berbasis
keterampilan, dan silabus berbasis konten dapat menjadi sarana yang baik
meskipun pengembangannya dalam pembelajaran bahasa Arab belum dilirik.
4.
Kombinasi beberapa tipe silabus menjadi keharusan
jika dikaitkan dengan realitas pembelajaran bahasa Arab di era globalisasi yang
tidak hanya menekankan aspek reseptif tetapi juga aspek produktif bahasa.
Dengan demikian silabus bahasa Arab sebagaimana terlampir dalam permenag no. 2
tahun 2008 “tidak tepat” jika dikatakan –sebagaimana tertetara- menggunakan
silabus gramatikal (keseluruhan jenis dan jenjang pendidikan kecuali MA program
Bahasa).
5.
Politik Bahasa yang dianut pemeritah Indonesia yang
menempatkan bahasa Arab sebagai bahasa asing sedikit banyak berpengaruh pada
penentuan tipe silabus yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mutholib, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab (Teori
& Praktik), (Kudus, STAIN Kudus Press, 2009)
Al-Khuli, Muhammad
Ali, A Dictionary of Applied Linguistics: English-Arabic with An
Arabic-English Glossary, Librairie Du Lian, First Edition, 1986, printed in
Lebanon
Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran
Bahasa Arab, (Malang, Misykat, 2009)
Fuad Munajat, Al-Lughah Al-‘Arabiyyah:
Ad-Duruus Fi Tadriibi Qawaa’idiha, (Kudus, STAIN Kudus Press, 2009)
Hidayat, HD, Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah Kurikulum
1984 Jilid I, Jakarta, PT Hikmat Syahid Indah/CV Toha Putra Semarang, 1986
Ismail Shini, Mahmud, Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin: Manhaj Mutakaamil Li Ghair An-Naathiqin Bi
Al-‘Arabiyyah, Jilid 6, Al-Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su’uudiyyah Wizaarat Al-Ma’aarif Idaarat
Al-Kutub Al-Madrasiyyah, 1983)
Krahnke, Karl, Approaches to
Syllabus Design for Foreign Language Teaching, New Jersey: Prentice Hall
Regents, Englewood Cliffs, 1987
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008,
Tentang Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Dan
Bahasa Arab Di Madrasah
Taufiq, Imam, Misbah Khiruddin Zuhri, Muhammad Shobirin, Jago
Berbahasa Arab: Panduan Praktis Berbahasa Arab untuk Haji, Umrah, dan TKI,
Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2009
Thu’aimah, Rusydi Ahmad, Ta’lim
al-‘Arabiyyah Li
Ghair an-Nathiqina Biha: Manahijuhu Wa Asalibuhu, Ar-Ribath: Mansyurat al-Munadzdzamah
al-Islamiyyah Li at-Tarbiyah Wa al-‘Ulum Wa ats-Tsaqafah, 1989
Umam, Chatibul, Ahmad Basyar, Muchtar Latif, A. Akrom Malibary, M.
Salim Fachri, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi
Agama/IAIN, Jakarta, Proyek Pengembangan Sistim Pendidikan Agama DEPAG RI,
1975
Zuhri, Misbah Khoiruddin dan M. Shobirin Suhaili, La Taskut:
Panduan Praktis Percakapan Bahasa Arab, Semarang, Pustaka Nuun, 2009