Selasa, 25 Juni 2013

BEBERAPA TIPE SILABUS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB (Fuad Munajat STAIN KUDUS)


PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia dihadapkan pada berbagai kendala dan problematika yang menggelayutinya. Problematika pembelajaran bahasa Arab dapat ditelusuri dari berbagai faktor yang melingkupinya di antaranya: faktor pengajar/guru, faktor siswa, sarana yang tidak menunjang, bahkan faktor kurikulum dengan segenap komponennya (lihat uraian Abdul Mutholib, 2009: 2).
Tulisan ini mencoba melihat salah satu aspek yang menjadi problem pembelajaran bahasa Arab yakni dari aspek kurikulum secara umum dan silabus pembelajaran bahasa Arab secara khusus. Hal ini menjadi penting mengingat meskipun berbagai metode pembelajaran telah dikenalkan sejauh ini belum dapat memenuhi harapan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.
Tulisan ini merupakan edisi revisi dari makalah sebelumnya sehingga terdapat penambahan terutama pemberian contoh masing-masing tipe silabus, terutama 4 tipe silabus sebagaimana paparan Thu’aimah (gramatikal, situasional, nosional, dan multi-dimensional). Tambahan lainnya dapat ditemukan pada uraian mengenai tipe silabus bahasa Arab yang kerap digunakan pada pembelajaran bahasa Arab baik untuk tujuan umum maupun untuk tujuan khusus.
Dengan demikian pada uraian berikutnya dijelaskan dua tema utama yakni: Beberapa tipe silabus pembelajaran bahasa Arab dan Tipe Silabus Pembelajaran Bahasa Arab di Indonesia. Pada bagian pertama dijelaskan berbagai tipe silabus pembelajaran bahasa disertai kelebihan dan kelemahan masing-masing silabus. Sedangkan pada bagian kedua dicobauraikan mengenai kondisi real silabus pembelajaran bahasa Arab yang ada di Indonesia.
TIPE SILABUS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Pembelajaran bahasa kedua, termasuk pembelajaran bahasa Arab, meliputi beberapa tipe silabus. Setiap silabus memiliki gambaran khusus mengenai pembelajaran dan penyajian kemahiran bahasa tersebut yang berdasarkan atas asumsi-asumsi tertentu sesuai dengan teori bahasa yang dianutnya. Beberapa silabus pembelajaran bahasa asing di antaranya
SILABUS STRUKTURAL
Al-Khuli (1986: 48) mendefinisikan silabus structural sebagai
منهج لتعليم اللغة المنشودة يركز على قواعد اللغة و يعرض الوحدات التعليمية بتسلسل نحوي معين
“Silabus pembelajaran bahasa target yang memokuskan pada kaidah-kaidah bahasa dan menyajikan unit-unit pembelajaran dalam bentuk penyajian serangkaian aspek gramatikal tertentu”. Karl Krahnke (1987: 10) menyatakan bahwa silabus structural adalah “is one in which the content of language teaching is a collection of the forms and structures, usually grammatical, of the language being taught” (silabus di mana isi pembelajaran bahasa berupa kumpulan bentuk-bentuk dan struktur-struktur, biasanya dalam bentuk grammatika bahasa yang dipelajari)”. Thu’aimah (1989: 99) menyatakan bahwa silabus structural adalah tipe silabus yang menyajikan materi bahasa dalam bentuk pembahasan di sekitar tema-tema gramatikal.
Silabus ini didasarkan pada dua asumsi dasar. Pertama, bahasa adalah system (struktur). System bahasa mencakup sekumpulan gramatikal yang jika dipelajari seseorang maka ia akan mampu menggunakan bahasa. Kedua, setiap makna memiliki struktur bahasa tertentu sehingga dalam pembelajaran bahasa dibutuhkan penentuan berbagai struktur yang dapat mentransfer berbagai makna yang memudahkan proses komunikasi .
Bentuk/struktur bahasa berkaitan dengan makna bahasa. Salah satu dari dua komponen tersebut dapat membatasi yang lainnya. Sebagai contoh makna takjub dalam bahasa Arab memiliki setidaknya dua struktur ما أفعل  dan أفعل به. Makna ‘pertanyaan/istifhaam’ memiliki beberapa struktur. Dengan demikian guru diharapkan dapat memberikan sejumlah struktur atau bentuk-bentuk yang sesuai dengan makna yang dapat memenuhi keinginan siswa (Thu’aimah, 1989: 100).
Secara procedural, perancang silabus structural memulai upayanya dengan menentukan makna-makna yang akan diungkapkan siswa. Setelah itu, perancang silabus menentukan struktur-struktur bahasa yang dapat menampung makna-makna tersebut. Tahap berikutnya adalah memilih tema-tema gramatikal yang terafiliasi pada struktur-struktur tersebut. Tahap terakhir adalah menentukan urutan tema-tema gramatikal tersebut (sequencing) secara logis yakni dengan mengawalkan tema yang menjadi syarat bagi tema berikutnya.
Ada beberapa istilah yang umum digunakan pada silabus structural di antaranya:
  1. Pola kalimat (أنماط الجملة), yakni corak kalimat yang di mana makna disajikan. Misalnya, jumlah ta’ajjub, jumlah istifhamiyyah, jumlah thalabiyyah, jumlah insyaiyyah dan sebagainya.
  2. Tema-tema gramatikal (موضوعات النحو), yakni konsep-konsep grammatika terkait struktur bahasa yang disusun dalam bab-bab tertentu. Misalnya, bab mubtada dan khabar, bab maf’ul bih, bab idhafah dan sebagainya.
  3. Struktur Kalimat (التركيب اللغوي), yakni matriks yang mendadarkan kalimat. Dalam hal ini kita dapat menyatakan suatu struktur kalimat sebagai struktur fi’il + faa’il + maf’ul bih.
  4. Jumlah, yakni ungkapan yang dapat dipahami maknanya (Thu’aimah, 1989: 100).
Silabus structural sangat umum dalam penggunaan metode gramatika-terjemah. Metode tersebut beranjak dari pijakan yang sama dengan silabus structural yakni bahwa bahasa adalah sekumpulan kaidah-kaidah yang jika dipelajari seseorang, dapat memungkinkannya menggunakan bahasa tersebut. Bagi metode ini, kaidah-kaidah bahasa juga dapat memberi bekal siswa dengan sejumlah kosakata berdasarkan makna leksikal dan bukan berdasarkan kebutuhan nyata siswa. Krahnke menjelaskan bahwa silabus structural juga dapat diterapkan dengan metode Audio Lingual dan The Silent Way (Krahnke, 1987: 17).
Kelebihan silabus structural
1.                  Strukutur atau grammar adalah komponen yang paling umum (the most general component) dalam kompetensi komunikatif.
2.                  Silabus structural sudah sangat dikenal sehingga menjadi konten yang familiar dalam setiap kelas bahasa
3.                  Fitur dalam silabus structural mudah dideskripsikan.
4.                  Pengetahuan structural adalah komponen kompetensi komunikatif yang paling dapat diukur.
5.                  Pengetahuan struktur akan mencegah fosilisasi pembelajar bahasa. Fosilisasi adalah penghentian belajar akibat tidak didukung oleh dasar yang kuat.
6.                  Dalam teori monitor Krashen, pengetahuan struktur dapat memainkan peran yang penting sebagai dasar pembelajar untuk memonitor atau mengecek akurasi bahasa pembelajar.
7.                  Pengajaran struktur bahasa memberikan dasar bagi guru atau orang lain untuk menyediakan umpan balik akurasi produksi bahasa siswa
8.                  Silabus structural bebas dari nilai dan budaya bahasa yang dipelajari (Krahnke, 1987: 21-24).
Ada beberapa kritik yang dilayangkan pada silabus structural dan merupakan kelemahan dari silabus ini antara lain:
1.      Jika seseorang dapat mendeskripsikan jumlah secara sintaksis atau dapat menganalisis susunannya sehingga dapat memahami maknanya, hal ini belum tentu menjaminnya dapat menggunakannya dalam percakapan nyata. Alasannya, suatu jumlah bisa jadi diucapkan seseorang dengan berbagai konteks atau situasi tertentu seperti konteks menyindir, takjub dan lain sebagainya.
2.      Suatu makna tidak mesti dinyatakan dengan satu struktur. Bisa jadi suatu makna diungkapkan dengan beberapa struktur.
3.      Silabus structural mengabaikan kebutuhan individu dalam berkomunikasi karena silabus tersebut tidak bertolak dari situasi-situasi berbahasa yang dibutuhkan siswa dalam berbahasa.
4.      Silabus ini menjamin lulusannya mampu menguasai kaidah-kaidah bahasa tetapi tidak menjamin lulusannya mampu berkomunikasi (Thu’aimah, 1989: 101).
5.      Persoalan yang timbul karena urutan penyajian (sequencing) yang ketat pada silabus structural mencegah siswa memproduksi struktur-struktur yang belum dipelajarinya (Krahnke, 1987: 25)
Contoh Silabus Struktural
Saat ini, penggunaan silabus structural secara murni jarang sekali ditemukan dalam pembelajaran bahasa Arab. Kalaupun ada, biasanya sudah merupakan kombinasi dari dua macam atau lebih. Sebagai contoh, dalam Kurikulum Bahasa Arab STAIN Kudus dibedakan antara bahasa Arab I dan bahasa Arab II. Yang pertama lebih menekankan aspek gramatika dan yang terakhir lebih menekankan kemahiran membaca. Berikut ini contoh silabus Bahasa Arab I yang menekankan aspek gramatika[1]:

الموضوع
الدرس
الرقم
الجملة و ما يتركب منها
الدرس الأول
1
تقسيم الاسم الى المذكر و المؤنث
الدرس الثانى
2
المفرد و المثنى و الجمع
الدرس الثالث
3
الفعل (ماض – مضارع – أمر)
الدرس الرابع
4
الفاعل
الدرس الخامس
5
المفعول به
الدرس السادس
6
النكرة و المعرفة
الدرس السابع
7
الضمائر
الدرس الثامن
8
المبتدأ و الخبر
الدرس التاسع
9
كان و أخواتها
الدرس العاشر
10
إن و أخواتها
الدرس الحادي عشر
11
الحال
الدرس الثاني عشر
12
التمييز
الدرس الثالث عشر
13
الاسم المجرور
الدرس الربع عشر
14
الإضافة
الدرس الخامس عشر
15

SILABUS SITUASIONAL
Al-Khuli (1986: 110)mendefinisikan Silabus Situasional sebagai berikut:
منهج لتعليم اللغة المنشودة يعتمد على عرض نصوص لغوية ذات صلة بالمواقف التى قد يجد المتعلم نفسه فيها وسط بيئة هذه اللغة
“Silabus pembelajaran bahasa target yang didasrkan atas penyajian teks-teks bahasa yang memiliki keterkaitan dengan situasi-situasi yang mungkin ditemui siswa pada lingkungan bahasa tersebut.” Karl Krahnke (1987: 10) menyatakan bahwa, “A situasional syllabus is one on which the content language teaching is a collection of real or imaginary situasions in which language is used,” (Silabus Situasional adalah silabus di mana isi pembelajaran bahasa merupakan kumpulan situasi, baik nyata maupun imajiner, di mana bahasa berlangsung atau digunakan).
Dalam rangka pengembangan silabus structural, beberapa perancang silabus mulai melirik penyajian materi bahasa dengan mempertimbangkan situasi-situasi yang dialami siswa. Ada dua macam silabus situasional. Pertama, silabus situasinal yang masih kental dengan aroma struktur atau yang dikenal dengan silabus situasional imajiner/manipulatif. Kedua, silabus situasional yang beranjak dari situasi nyata di lapangan. Pada silabus situasional jenis pertama struktur bahasa tetap diajarkan di tengah-tengah pembelajaran situasi-situasi tersebut. Sebagai contoh, seorang guru mengajar dengan disertai gerakan-gerakan yang menunjukkan struktur yang diucapkan. Guru berkata (أنا أكتب الدرس) sambil menulis pelajaran di papan tulis atau ‘membuka pintu’ sambil berkata (الباب مفتوح) (Thu’aimah, 1989: 101).
Jenis kedua dari silabus situasional beranjak dari asumsi dasar bahwa bahasa adalah fenomena sosial yang muncul sebagai sarana berkomunikasi antar sesame manusia. Kendatipun dalam berkomunikasi struktur bahasa merupakan komponen yang perlu diperhatikan, tetapi dalam silabus situasional jenis kedua ini komponen-komponen tersebut selalu dipertimbangkan dengan situasi atau konteksnya. Dengan kata lain, perhatian utama diberikan pada situasi atau konteks bahasa digunakan dan bukan pada strukturnya. Sebagai implikasinya, terjadi pergeseran perhatian dari materi ajar ke siswa pembelajar.
Para ahli berupaya memprediksi situasi-situasi yang mungkin dihadapi siswa dalam komunikasi sehari-hari melalui kajian-kajian lapangan atau penelitian-penelitian. Setelah diketahui situasi-situasi yang diprediksi akan dihadapi siswa maka tahap berikutnya adalah memilih materi bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi siswa.
Silabus semacam ini dapat memotivasi siswa untuk melanjutkan studi bahasanya karena membuat proses belajarnya lebih bermakna. Atau dalam istilah Krahnke disebut penghindaran terhadap ‘fosilisasi’ (Krahnke, 1987 : 70-71)
Adapun unit-unit pembelajaran bahasa dengan silabus tipe ini adalah dengan menyajikan unit-unit yang berkisar di sekitar kebutuhan-kebutuhan komunikasi siswa. Dengan demikian dapat disebutkan di sini beberapa unit-unitnya seperti : Di Bandara, Di Pasar, Di Perpustakaan Universitas, Di Restoran, Di Biskota dan lain sebagainya (Thu’aimah, 1989: 103).
Kelebihan silabus situasional
1.      silabus situasional dapat lebih mengarahkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam seting spesifik
2.      silabus situasional menyediakan konteks wacana di mana bentuk dan makna bahasa berpadu
3.      penggunaan situasi-situasi dalam pembelajaran bahasa dapat memberikan informasi sosial dan budaya tentang bahasa dan penutur aslinya (Krahnke, 1987: 45).
Kelemahan silabus situasional
1.      meskipun silabus situasional dapat meningkatkan transfer penggunaan bahasa yang terkait dengan situasi pembelajaran, tetapi penggunaan situasi-situasi yang telah ditentukan sebelumnya dan penggunaan situasi-situasi yang artificial dapat mengurangi transfer tersebut. Hal ini karena siswa lebih diarahkan pada rutinitas dan pola situasi yang telah ditentukan sebelumnya ketimbang penggunaan bahasa yang kreatif.
2.      pembelajaran dengan silabus situsional terhambat oleh sulitnya membuat bahasa autentik untuk tujuan pembelajaran. Hal ini bisa jadi disebabkan antara lain pola-pola autentik penggunaan bahasa dalam berbagai situasi oleh penutur asli belum diketahui atau bisa jadi terkait dengan penggunaan yang kedaluwarsa karena semakin spesifik suatu bahasa diasosiasikan dengan situasi akan semakin cepat kemungkinannya menjadi tidak lagi sesuai.
3.      silabus situasional memiliki kelemahan dalam pengurutan (sequencing) konten (Krahnke, 1987: 45-46).
Thu’aimah (1989: 103) juga melayangkan kritiknya terhadap silabus ini di antaranya:
1.      Kebutuhan komunikasi berbeda-beda baik pada tataran individu maupun masyarakat. Apa yang sesuai bagi satu kelompok belum tentu sesuai dengan kelompok lainnya. Dengan demikian idealnya terdapat banyak situasi yang sebanding dengan beragamnya kebutuhan komunikasi.
2.      Bahasa yang diungkapkan di kelas, meskipun beranjak dari kebutuhan nyata dalam kehidupan, sejatinya masih berada pada tataran imajiner/manipulatif. Situasi alamiah sulit dipindahkan dalam situasi belajar di kelas
3.      Terdapat perbedaan mendasar antara situasi terpola (موقف نمطي) yang merupakan sarana dalam pembelajaran (di kelas) dengan situasi alamiah (موقف طبيعي) yang sulit ditransfer. Misalnya, jika situasi di pasar diprediksi sebagai aktifitas membeli  saja, maka akan bertentangan dengan kenyataan bahwa aktifitas di pasar tidak hanya ‘membeli’ karena bisa jadi seseorang ke pasar untuk berjualan, melihat dan membandingkan harga, mengawasi jalannya jual beli, menjaga keamanan pasar dan sebagainya.
Di antara metode pembelajaran bahasa yang biasa diasosiasikan dengan silabus situasional adalah Metode Audio Lingual dan Metode Langsung.
Contoh Silabus Situasional
Contoh Silabus yang menggunakan Silabus Situasional secara eksplisit adalah Silabus Bahasa Arab program Bahasa kelas XI semester I dan Silabus Bahasa Arab pada kurikulum bahasa Arab SMA pada kelas XI semester I. Berikut ini dicuplikkan Silabus Bahasa Arab Program Bahasa kelas XI semester I[2]

STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
Menyimak
1.      Memahami informasi lisan berbentuk paparan atau dialog tentang identitas diri dan kehidupan madrasah


1.1     Mengidentifikasi bunyi, ujaran (kata, frasa atau kalimat ) dalam suatu konteks dengan tepat
1.2     Menangkap makna dan gagasan atau ide dari berbagai bentuk wacana lisan secara  tepat

Berbicara
2.      Mengungkapkan informasi secara lisan berbentuk paparan atau dialog tentang identitas diri dan kehidupan madrasah


2.1     Menyampaikan gagasan atau pendapat secara lisan tentang remaja  dengan lafal yang tepat
2.2     Menyampaikan gagasan atau pendapat secara lisan dengan lafal yang tepat
2.3     Melakukan dialog  sesuai konteks dengan tepat dan lancar

Membaca
3.      Memahami wacana tulis berbentuk paparan atau dialog tentang identitas diri dan kehidupan madrasah

3.1     Melafalkan dan membaca nyaring kata, kalimat, dan wacana tulis dengan benar
3.2     Mengidentifikasi bentuk dan tema wacana secara tepat
3.3     Menemukan makna dan gagasan atau ide wacana tulis secara tepat

Menulis
4.      Mengungkapkan informasi secara tertulis berbentuk paparan atau dialog tentang identitas diri dan kehidupan madrasah

4.1     Menulis kata, frasa,dan kalimat  dengan huruf, ejaan dan tanda baca yang tepat
4.2     Mengungkapkan gagasan atau pendapat secara tertulis dalam kalimat dengan menggunakan kata, frasa, dan struktur yang benar


Catatan:
Ketiadaan rumusan “bentuk kata dan struktur kalimat” yang menyertai SK dan KD pada MA Program Bahasa disebabkan karena program ini berdasar atas “silabus situasi” (منهج المواقف), berbeda dengan MI, MTs, dan MA yang menganut model silabus gramatika (منهج القواعد).

SILABUS NOSIONAL/FUNGSIONAL
Al-Khuli (1986: 84) mendefinisikan Silabus Nosional sebagai berikut:
منهج لتعليم اللغة الأجنبية يعتمد على وظائف اللغة بدلا من وحدات القواعد أو المواقف.
“Silabus pembelajaran bahasa asing yang didasrkan atas fungsi-fungsi bahasa sebagai pengganti dari unit-unit kaidah dan situasi.” Karl Krahnke (1987: 10) mendefinisikannya sebagai “is one in which the content of language teaching is a collection of the functions that are performed when language is used, or of the notions that language is used to express (silabus di mana isi pembelajaran bahasa adalah kumpulan  fungsi-fungsi yang akan ditampilkan (performed) ketika bahasa digunakan atau sekumpulan nosi-nosi (gagasan-gagasan) yang akan diekspresikan oleh bahasa).
            Silabus ini didasarkan pada pertimbangan kemampuan komunikasi sebagai pijakan awal. Jika perhatian silabus structural digambarkan dengan pertanyaan, “Bagaimana penutur mengungkapkan makna yang diinginkannya? (perhatiannya tertuju pada struktur atau bentuk gramatikal). Sedangkan perhatian silabus situasional digambarkan dengan pertanyaan, “Kapan dan di mana makna bahasa diungkapkan? (perhatian ditujukan pada situasi di mana bahasa digunakan”. Dalam silabus nosional yang diperhatikan adalah “kebermaknaan”, yakni dengan menjawab pertanyaan, “Makna apa yang ditransfer melalui bahasa?” Hal ini tanpa meminggirkan pentingnya struktur dan situasi.
Pemilihan materi bahasa dilakukan sesuai dengan makna-makna yang dibutuhkan siswa dalam proses komunikasi. Dengan demikian ‘makna’ dan bukan struktur atau situasi yang menentukan materi bahasa. Namun demikian hal ini mengkonsekuensikan beraneka ragamnya struktur bahasa atau situasi bahasa sesuai dengan beraneka ragamnya nosi-nosi/gagasan yang ada.
Wilkins, sebagai orang yang memperkenalkan silabus ini, membagi nosi-nosi menjadi beberapa unit besar dan sub-unit-sub-unit yang lebih kecil. Wilkins menyebutkan beberapa unit besar antara lain: waktu, bilangan, tempat, makna hubungan, kaitan jumlah yang diucapkan dengan konteksnya. Adapun unit-unit kecil merupakan subunit dari unit besar sebagaimana disebut di atas. Unit besar waktu meliputi beberapa unit kecil antara lain: waktu tertentu (sekarang, hari Senin, tanggal 25 April 2011, kemarin, dan sebagainya), durasi, hubungan waktu, pengulangan, kesinambungan, dan lain-lain (Thu’aimah, 1989: 105).
Kontekstualitas (السياقية) adalah pertimbangan utama dalam silabus nosional. Sebagai contoh kalimat (السماء تمطر) memiliki beberapa makna di antaranya: pertama, sebagai ‘pembuka pembicaraan’, jika dikaitkan dengan konteks seseorang yang bertemu di suatu tempat untuk pertama kalinya. Kedua, kalimat tersebut dapat bermakna ‘larangan keluar’, jika dikaitkan dengan konteks ketika seseorang berbicara dengan anaknya yang masih kecil dan terus-menerus ‘merengek’ untuk keluar rumah. Ketiga, bermakna ‘menyarankan agar lawan bicara membawa payung’, jika seseorang berkata, misalnya, kepada tamunya yang hendak ke luar rumah pada saat hujan. Dengan demikian sulit kiranya mengeneralisasi makna suatu kalimat jika hanya merujuk pada kosakata, struktur, atau situasinya saja (Thu’aimah, 1989: 105).
Kelebihan silabus nosional/fungsional
1.      silabus nosional/fungsional memuat informasi tentang penggunaan bahasa yang tidak dimuat silabus structural
2.      silabus nosional/fungsional melihat bahasa sebagai system komunikasi bukan system abstrak dari elemen-elemen dan peraturan-peraturan bahasa
3.      pembelajaran bahasa akan lebih efektif karena silabus ini memberikan analisis yang memadai tentang hal-hal yang diinginkan siswa (Krahnke, 1987: 35).
Kelemahan silabus nosional:
1.      silabus nosional/fungsional masih sangat sederhana yakni masih berupa serangkaian pasangan fungsi dan bentuk tertentu yang sangat terbatas.
2.      karena konten silabus nosional/fungsional berkaitan dengan penggunaan-penggunaan spesifik maka tipe ini kurang umum (less generalizable) ketimbang konten structural.
3.      menghadirkan “rutinitas” misalnya ungkapan No, thank you, adalah ungkapan penolakan halus (Krahnke, 1987: 37-38).
Thu’aimah (1989: 105-106) juga memberikan kritik terhadap silabus nosional ini antara lain sebagai berikut:
  1. Belum ada ‘kerangka makna’ tertentu yang dapat menentukan nosi-nosi yang disajikan silabus nosional. Apa yang disajikan Wilkins hanya suatu ikhtiar yang tidak lepas dari kritik.
  2. Tidak ada hubungan tertentu antara kalimat dengan maknanya sebagaimana dipaparkan pada contoh di atas.
  3. Sulit membuat sistematisasi silabus nosional.
Contoh Silabus Nosional/Fungsional
Silabus Nosional kerap digunakan pada buku-buku percakapan bahasa Arab yang disusun berdasarkan nosi-nosi (gagasan-gagasan) seperti pada buku La Taskut: Panduan Praktis Percakapan Bahasa Arab.[3] Adapun contoh Silabus Nosional sebagai berikut:

الموضوع
الرقم
التعارف
1
اللقاء
2
النداء
3
السلام الترحيبي
4
التهنئات و التشكرات
5
الأمر و النصيحة
6
الطلب و التسويم
7
الاستعانة
8
الموافقة
9
SILABUS/KURIKULUM MULTIDIMENSIONAL
Silabus ini didasarkan atas empat desain pembelajaran atau empat muatan yakni muatan kebahasaan, muatan budaya, muatan komunikasi, dan muatan umum pembelajaran bahasa. Sepintas keempat muatan tersebut tidak menunjukkan sesuatu yang baru dari suatu silabus karena setiap silabus tentunya memuat segi-segi baik kebahasaan maupun budaya. Silabus multidimensional ini paling tidak memiliki karakteristik sebagai berikut (Thu’aimah, 1989 :106)
1.                  Muatan budaya, muatan komunikasi, dan muatan umum diperlakukan secara sistematis sama dengan muatan bahasa
2.                  keseluruhan muatan-muatan tersebut mendapatkan porsi yang seimbang pada saat pendesaianan silabus baru
3.                  Keempat muatan tersebut saling melengkapi satu sama lain dalam bangunan silabus multidimensional
Beberapa decade belakangan semakin menunjukkan kebutuhan pada penggabungan metode dan strategi pembelajaran bahasa asing dan karena itu teori bahasa yang terlalu sempit pandangan tidak memberikan banyak manfaat. Uraian keempat muatan silabus dimensional adalah sebagai berikut.
a.      Muatan Kebahasaan
Silabus ini mendasrkan pandangannya pada pembedaan antara (use/استخدام اللغة) dan (usage/استعمال اللغة). Use merupakan penggunaan bahasa yang beranjak dari kesesuaiannya dengan situasi di mana bahasa tersebut digunakan. Sedangkan usage menunjukkan kemampuan menggunakan bahasa yang beranjak dari pengetahuan akan system bahasa. Dalam hal ini harus dibedakan antara dua level bahasa, level struktur dan level fungsi. Level yang pertama mencakup komponen-komponen bahasa mulai dari kosa kata hingga frasa. Level yang kedua dikhususkan pada penggunaan bahasa (usage/استعمال اللغة) dan pemahaman beraneka ragam fungsinya. Silabus multidimensional ini berupaya memberikan perhatian yang seimbang terhadap kedua level bahasa tersebut.
b.      Muatan Budaya
Pada silabus-silabus tradisional perhatian terhadap aspek budaya menjadi beban yang biasanya dihindari para guru. Karena itu, muatan budaya sering dianggap sebagai muatan sekunder dalam pembelajaran bahasa asing. Muatan budaya yang terdapat pada silabus multidimensional tidak berarti bahwa sisi ini dijadikan materi tersendiri tetapi muatan kebahasaan dipadukan dengan muatan budaya atau sebaliknya muatan budaya dipadukan dengan muatan kebahasaan.
c.       Muatan Komunikasi
Muatan ini bertujuann untuk menyediakan kesempatan-kesembapatan bagi siswa agar dapat mempergunakan bahasa pada situasi-situasi alamiah atau mendekati seting alamiah. Focus utama pada muatan komunikasi adalah transfer makna dan pemenuhan kebutuhan komunikasi. Dalam hal ini kesalahan-kesalahan bahasa dapat diterima sepanjang tidak mempengaruhi makna. Bisa jadi program-program baru disajikan dalam rangka memperkuat muatan komunikasi seperti program tinggal di rumah penutur asli, penggalakan program belajar di Negara-negara berbahasa target, muhibah, magang di Negara-negara berbahasa target, penyelenggaraan kemah bahasa target, perayaan-perayaan nasional bahasa target, atau mengenal minoritas yang berbahasa target pada suatu wilayah. Program-program tersebut dapat memotivasi kelanjutan siswa belajar bahasa target.
d.      Muatan Umum pembelajaran bahasa
Beberapa aspek yang mencakup muatan umum pembelajaran bahasa adalah disiplin ilmu seperti linguistic, psikologi, psikolinguistik, sosiolinguistik dan sebagainya. Muatan umum tersebut dapat diberikan dalam tiga bentuk. Sebagai matrikulasi, yakni diberikan sebelum memulai pembelajaran bahasa asing. Sebagai tinjauan sekilas yang diberikan bersamaan pada saat pembelajaran bahasa asing. Bisa juga dalam bentuk terpisah yakni diberikan pada kesempatan tersendiri (Thu’aimah, 1989: 107-111).
Contoh Silabus/Kurikulum Multidimensional
Buku Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin karya Mahmud Ismail Shini dan kawan-kawan dapat dipandang sebagai penerapan dari prinsip Silabus Multidimensional. Pada bagian pengantarnya, Ismail Shini menyebut empat prinsip penyusunan buku seri Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin sebagai berikut:
1.      Pemaduan empat kemahiran berbahasa mendengar, mewicara, membaca, dan menulis dengan penekanan pada aspek produktif pada jilid 1 dan 2
2.      Perhatian pada bahasa Arab kontemporer dengan tetap mempertimbangkan khazanah budaya Islam agar memungkinkan siswa mengkaji Islam dan berkomunikasi dalam keseharian
3.      Pemanfaat hasil kajian tentang pembelajaran bahasa asing semisal penekanan pada unsure-unsur bahasa seperti bunyi bahasa, tarkib, dan penggunaan media audio visual dalam pembelajarannya.
4.      Perhatian pada calon pengajar yang akan menggunakan seri buku tersebut dengan menyiapkan panduan bagi pengajar dan pelatihan (Ismail Shini, dkk, 1983: هـ ).
Jika dicermati secara sepintas daftar isi buku tersebut memang tidak secara eksplisit memuat silabus multidimensional dan akan lebih terlihat sebagai silabus gramatikal. Namun demikian jika merujuk pada prinsip-prinsip di atas maka akan didapati dimensi-dimensi tersebut tersebar dalam keseluruhan buku bahkan pada keseluruhan seri Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin jilid 1 hingga 6. Bisa dikatakan bahwa dimensi-dimensi tersebut terintegrasi dalam keseluruhan buku Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin.
SILABUS BERBASIS KETERAMPILAN
Al-Khuli mendefinisikan silabus ini sebagai
منهج يبنى خطة تعليم على أساس تعليم المهارات اللغوية متدرجة مع التركيز على مهارة واحدة فى كل مرحلة
“Silabus yang desain pembelajarannya didasarkan prinsip pembelajaran keterampilan bahasa dengan memokuskan pada salah satu keterampilan bahasa pada setiap fase pembelajarannya”. Karl Krahnke (1987: 10) menyatakan bahwa, “A skill-based syllabus is one in which the content of the language teaching is a collection of specific abilities that may play a part in using language” (Silabus berbasis keterampilan adalah silabus yang berisi sejumlah kemampuan-kemampuan spesifik yang “diprediksi” menjadi bagian dari penggunaan bahasa).
            Ketrampilan merupakan hal-hal yang harus dikuasai seseorang agar dianggap kompeten dalam suatu bahasa. Jika silabus situasional mengumpulkan fungsi-fungsi ke dalam seting-seting khusus penggunaan bahasa, maka silabus berbasis keterampilan mengumpulkan kompetensi linguistic (pelafalan, kosakata, grammar, sosiolinguistik, dan wacana) bersama-sama dengan tipe-tipe umum perilaku seperti mendengarkan bahasa tutur untuk mencari gagasan utama, menulis paragraph yang baik, menyampaikan presentasi lisan yang efektif, membaca teks untuk mencari gagasan pokok atau gagasan penjelas dan lain sebagainya.
Kelebihan Silabus berbasis ketrampilan (Skill-Based Syllabus)
  1. silabus berbasis ketrampilan sangat berguna ketika pembelajar ingin menguasai suatu tipe penggunaan bahasa, baik secara ekslusif maupun sebagai bagian dari kompetensi yang lebih luas.
  2. silabus berbasis keterampilan lebih sesuai dengan kebutuhan atau keinginan pembelajar. Karena itu, lebih pembelajarannya lebih dapat diterima karena sesuai dengan tujuan mereka (Krahnke, 1987: 53-54).
Kelemahan silabus berbasis keterampilan
  1. Karena menekankan aspek spesifik dari keterampilan bahasa maka silabus berbasis keterampilan tidak memberikan keterampilan umum (general proficiency) bahasa.
  2. Kelemahan pada poin 1 pada gilirannya memunculkan pertanyaan di sekitar nilai sosial yang dimuat oleh silabus berbasis keterampilan. Hal ini karena silabus tipe ini tidak menyiapkan siswa dengan kebutuhan-kebutuhan yang lebih besar ketimbang kebutuhan spesifik mereka (Krahnke, 1987: 54-55).
SILABUS BERBASIS TUGAS
Karl Krahnke  (1987: 11) menyatakan bahwa, “In task-based instruction the content of the teaching is a series of complex and purposeful tasks that the students want or need to perform with the language they are learning” (Pada silabus berbasis tugas, konten pengajaran berupa serangkaian tugas-tugas kompleks dan purposif yang diinginkan atau dibutuhkan siswa pada saat menggunakan bahasa yang dipelajari). Dengan kata lain silabus ini lebih menekankan pada aspek aktifitas atau tugas-tugas sebagai prioritas pembelajaran bahasa adapun aspek bahasa itu sendiri merupakan hal yang sekunder.
Tugas-tugas merupakan aktifitas-aktifitas dengan tujuan bukan seperti pada belajar bahasa, tetapi, sebagaimana pada silabus berbasis isi (akan dijelaskan di bawah ini). Pelaksanaan tugas (performance of the tasks) dilakukan dengan suatu cara yang ditujukan mengembangkan kemampuan bahasa kedua (B2) atau bahasa asing. Tugas-tugas memadukan ketrampilan-ketrampilan bahasa pada seting-seting khusus penggunaan bahasa.
Silabus berbasis tugas berbeda dengan silabus situasional di mana tujuan pengajaran bahasa silabus situasional adalah mengajarkan konten bahasa tertentu yang terjadi pada situasi-situasi tertentu. Dengan kata lain penekanannya adalah produk. Sedangkan silabus berbasis tugas bertujuan mengajarkan siswa untuk melaksanakan beberapa kerja (piece of work). Penekanan pada silabus berbasis tugas adalah prosesnya. Contoh silabus berbasis tugas antara lain pada: melamar pekerjaan, berbicara dengan pekerja sosial, mencari informasi penginapan melalui telepon, mengisi formulir birokratik, mengumpulkan informasi tentang pra-sekolah untuk memutuskan sekolah yang dimasuki, mempersiapkan makalah untuk mata pelajaran lain, membaca buku teks untuk mata pelajaran lain dan sebagainya (Krahnke, 1987: 12)..
Kelebihan silabus berbasis tugas
  1. cocok untuk siswa dari berbagai usia dan latar belakang
  2. silabus ini sangat efektif bagi siswa yang membutuhkaan penggunaan bahasa untuk tujuan spesifik
  3. sesuai dengan karakter siswa yang tidak terbiasa dengan kelas tradisional
  4. dapat memberikan segi cultural dan kecakapan hidup dengan bahasa yang dipelajarinya (Krahnke, 1987: 61).
Kelemahan silabus berbasis tugas
Kelemahan tipe silabus ini lebih pada aspek implementasinya di lapangan. Kelemahan tersebut dapat terletak pada guru, seting pembelajaran, dan pada siswa. Penjabarannya sebagai berikut
  1. membutuhkan guru yang kreatif dan inisiatif dalam pembelajaran bahasa
  2. membutuhkan sumber belajar yang melampaui buku teks atau materi-materi yang biasanya ada pada kelas bahasa
  3. membutuhkan pembelajaran di dalam lingkup kultur bahasa target
  4. banyak siswa yang menolaknya bisa jadi karena silabus ini tidak sesuai dengan tujuannya belajar bahasa
  5. silabus ini bukan silabus berpusat pada guru (teacher-centered) sehingga membutuhkan komitmen dan tanggung jawab besardari sisi siswa (Krahnke, 1987: 61-62).
SILABUS BERBASIS KONTEN
Karl Krahnke mentebutkan bahwa, “A content-based syllabus is not really a language teaching syllabus at all. In content-based language teaching, the primary purpose of the instruction is to teach some content or information using the language that the students are also learning” (Silabus berbasis konten pada dasarnya bukan sebuah silabus pengajaran bahasa. Hal ini karena pengajaran bahasa berbasis isi bertujuan mengajarkan konten atau informasi menggunakan bahasa yang sedang dipelajari siswa).
Hal utama dalam silabus ini adalah materi pelajaran, sedangkan bahasa hanya digunakan secara incidental. Pengajaran materi pelajaran tidak diorganisasikan di sekitar pembelajaran bahasa tetapi sebaliknya, pembelajaran bahasa diorganisasikan di sekitar materi pembelajaran. Pembelajaran bahasa berbasis konten menekankan pada informasi, sedangkan pengajaran bahasa berbasis tugas menekankan pada proses-proses komunikatif dan kognitif. Sebuah contoh pengajaran bahasa berbasis konten adalah sebuah kelas sains yang diajarkan dengan bahasa yang ingin dipelajari atau kelas sains yang diajarkan dengan bahasa Arab. Hal ini tentu saja dibarengi dengan penyesuaian linguistic guna membuat pengajaran sains lebih mudah dipahami.
Kelebihan silabus berbasis konten
  1. silabus berbasis konten dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bahasa dan materi pelajaran lainnya secara bersamaan.
  2. bahasa yang diajarkan sesuai dengan konteksnya, yakni pada bidang studi atau mata pelajaran tertentu
  3. kesesuaian antara bahasa yang diajarkan dengan kebutuhan siswa
  4. siswa yang kurang berminat jika bahasa diajarkan terfokus pada kelas bahasa menjadi termotivasi karena belajar bahasa sesuai dengan bidang yang diminatinya (Krahnke, 1987: 69-70).
Kelemahan silabus berbasis konten
  1. jika tidak dimonitor dan diberi umpan balik secara baik dalam kecakapan bahasa siswa, akan melahirkan fosilisasi premature dalam pembelajaran bahasa
  2. silabus berbasis konten tidak cocok pada siswa level dasar (Krahnke, 1987: 70-71)

Di samping ketujuh tipe silabus di atas masih ada beberapa tipe silabus lainnya yang biasa digunakan dalam pembelajaran bahasa asing. Tipe-tipe tersebut antara lain Silabus Prosedural, Silabus Kultural, Silabus Berbasis Proses, Silabus Berbasis Siswa, Silabus Proporsional, Silabus Leksikal (Mohseni Far, http://www3.telus.net/linguisticsissues/syllabi), dan Silabus Komunikasi, Silabus Fonologis (Al-Khuli, 1986: 20 dan 92), serta Silabus Semantik (Effendy, 2009: 75).
Penulis beranggapan bahwa keseluruhan tipe silabus pembelajaran bahasa tidak mesti dipertentangkan satu sama lain karena setiap tipe mewakili sudut pandang prioritas utama ketika membelajarkan bahasa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Krahnke bahwa tipe-tipe pembelajaran bahasa dapat disajikan secara kombinatif dimulai dengan silabus yang lebih menekankan struktur dan diakhiri dengan silabus yang berbasis penggunaan bahasa. Hal ini karena bahasa dapat ditinjau sebagai hubungan antara bentuk (form/struktur) dan makna (meaning).
Dengan demikian pengajaran bahasa juga dapat ditekankan pada satu aspek atau segi hubungan antara bentuk dan makna tersebut. Karl Krahnke menyebut keenam tipe silabus pengajaran bahasa (di luar silabus Multidimensional) sebagai sebuah “kesinambungan” (continuum), yang berkisar mulai dari silabus yang berbasis “bentuk bahasa” menuju ke silabus berbasis “makna bahasa” sebagaimana dideskripsikan dalam gambar berikut ini (Krahnke, 1987: 12)

Sructural #  Notional # Situasional  # Skill-Bsd  # Task-Bsd  #Content-Based
-----:-----------:------------------:-----------:-----------------:-----------------:--------
Penekanan pada bentuk                                              Penekanan pada makna
Gambar di atas menunjukkan bahwa semakin ke kanan maka penekanan pembelajar lebih ke aspek maknanya. Tinjauan terhadap berbagai tipe silabus pembelajaran bahasa sebagaimana dipaparkan di atas juga dapat disederhanakan berdasarkan paradigma yang disajikan Yalden (dalam Krahnke, 1987: 13) yakni paradigma sintetik-analitik, formal-fungsional, structural-kontekstual, dan grammatical-komunikatif.
Berbagai tipe silabus pembelajaran bahasa sebagaimana dielaborasi di atas juga dapat ditemukan keberadaannya pada silabus-silabus pembelajaran bahasa Arab untuk non-Arab di Indonesia. Hal ini sebagaimana yang akan diuaraikan pada bagian berikut ini.
TIPE SILABUS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB DI INDONESIA
Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia memiliki karakteristik khusus di bandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya. Sejak lama bahasa Arab telah menjadi mata pelajaran di lembaga-lembaga Islam seperti pondok-pondok pesantren dan madrasah-madrasah.   
Effendi menyatakan bahwa silabus pembelajaran bahasa Arab di Indonesia baik di madrasah maupun sekolah umum, dan kalangan pesantren hingga tahun 1960-an menggunakan silabus structural (Effendy, 2009: 75). Sejak decade 70-an dimulai pembaharuan system pembelajaran bahasa Arab yang dipelopori Departemen Agama. Meskipun silabus pembelajaran bahasa Arab tidak disebutkan secara eksplisit tetapi pergeseran dari metode nahwu-terjemah kepada metode komunikatif mengkonsekuensikan pergeseran silabus menuju silabus yang sesuai dengan semangat komunikasi tetapi pijakan kepada silabus structural masih kuat (Umam, dkk., 1975: 13).
Kurikulum bahasa Arab tahun 1984 mensejajarkan antara situasi atau konteks (dalam hal ini tema-tema) dengan unsure gramatikal secara pararel. Buku Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah Kurikulum 1984 karangan Prof. Hidayat, dkk., memuat judul-judul seperti usratii, fi al-gurfat al-juluus, fi ghurfat al-akli yang disandingkan dengan topic gramatikal seperti harf jar, mubtada-khabar, dan khabar muqaddam (Lihat, Hidayat, dkk, 1986: xiii). Baru pada akhir decade 80-an di mana buku-buku tentang pendekatan komunikatif semakin banyak bermunculan maka  kurikulum bahasa Arab tahun 1994 menyebut tema sebagai dasar pengembangan bahan, proses belajar mengajar, dan wadah bagi penyatupaduan unsure-unsur bahasa, fungsi dan nosi (Effendy, 2009: 78).
            Kurikulum bahasa Arab tahun 2004/2006 juga memuat tema-tema (situasional), seperti tentang perkenalan, alat-alat madrasah, dan profesi, alamat, keluarga, dan kehidupan keluarga, lingkungan rumah dan kebun, lingkungan madrasah, perpustakaan, dan kantin, kegiatan sehari-hari, kegiatan yang telah dilakukan (pada MI); perkenalan dan lingkungan madrasah, lingkungan rumah, keluarga dan alamat tempat tinggal, jam/pukul berapa, kegiatan di madrasah dan kegiatan di rumah, hobi dan profesi, upacara-upacara keagamaan, berwisata (pada MTs); perkenalan dan kehidupan keluarga, hobi dan pekerjaan, remaja dan  kesehatan, fasilitas umum dan pariwisata, Kebudayaan dan tokoh-tokoh Islam, hari-hari besar Islam dan kisah-kisah Islami (pada MA) (Lihat Lampiran Permenag Nomor 2 Tahun 2008).
Hal menarik yang terdapat pada kurikulum bahasa Arab tahun 2004/2006 ini adalah penyebutan secara eksplisit bahwa Silabus yang digunakan adalah “Silabus Gramatikal” atau dalam tulisan ini disebut sebagai “Silabus Struktural” pada pembelajaran bahasa Arab mulai dari MI, MTs hingga MA kecuali pada MA Program Bahasa yang menggunakan “Silabus Situasional”. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
Ketiadaan rumusan “bentuk kata dan struktur kalimat” yang menyertai SK dan KD pada MA Program Bahasa disebabkan karena program ini berdasar atas “silabus situasi” (منهج المواقف), berbeda dengan MI, MTs, dan MA yang menganut model silabus gramatika (منهج القواعد) (Lihat Lampiran Bab VIII Permenag No. 2 Tahun 2008, hal. 124)
Hal ini tentu masih bisa diperdebatkan karena penggunaan istilah “Silabus Gramatikal/Struktural” pada kurikulum tersebut tidak menggambarkan keseluruhan bangunan silabus yang digunakan. Benar bahwa materi qawaid disajikan, meminjam istilah Effendy (2009: 81), secara pararel dengan tema-tema yang tercantum sebagai dasar pembelajaran bahasa Arab. Kendatipun, penabalan istilah “Silabus Situasional” pada MA Program Bahasa tidak menjadi tepat hanya karena tidak disebutkan pada SD-KD kurikulum tersebut.  
Penetapan yang demikian dapat ditafsirkan bahwa kurikulum bahasa Arab untuk semua jenjang pendidikan madrasah, kecuali MA Program Bahasa, masih kuat menggunakan Silabus Struktural. Jadi kalaupun tujuan komunikasi dikedepankan maka aspek komunikasi itu harus beranjak dari pengetahuan struksur bahasa. Hal ini sebanding dengan silabus situasional pada tahapan manipulatif (منهج المواقف المصطنعة) (lihat Thu’aimah, 1989: 102) dan belum sampai kategori Silabus Situasional Alamiah (منهج المواقف الطبيعية).
Dengan adanya tema-tema yang dicantumkan sejajar dengan qawaid yang disajikan pada bagian terintegrasi dengan tema-tema maka dapat dikatakan bahwa silabus pembelajaran bahasa Arab saat ini sebenarnya berupaya “mengakomodasi” berbagai tujuan yang dikehendaki pembelajaran bahasa Arab secara umum. Hal ini berbeda dengan kurikulum bahasa Arab di SMA yang tidak mensejajarkan tema-tema dengan struktur bahasa. Alasan di balik perbedaan ini mungkin bisa dijelaskan karena perbedaan posisi bahasa Arab di masing-masing jenis pendidikan berbeda. Pada madrasah, mata pelajaran bahasa Arab diajarkan mulai dari tingkat MI, MTs hingga MA. Dengan demikian maka pembelajarannya merupakan suatu kesinambungan. Adapun di SMA, mata pelajaran bahasa Arab adalah mata pelajaran pilihan sehingga silabus yang ada benar-benar ditentukan aspek yang paling dibutuhkan bagi siswa SMA yakni aspek komunikasi. Alasan bisa saja dimunculkan terkait masih dominannya tujuan pembelajaran bahasa Arab sebagai alat memahami khazanah keislaman di madrasah.
Adapun pada jenis pendidikan nor-formal, baik kursus-kursus bahasa Arab atau pelatihan-pelatihan bahasa Arab maka Silabus Situasional dan Silabus Nosional, bahkan Silabus Multidimensional kerap dijadikan sebagai tipe yang dijadikan model pembelajaran bahasa Arab. Di samping itu buku-buku percakapan sehari-hari atau percakapan untuk tujuan khusus seperti bahasa Arab untuk  pergi haji atau umroh, atau sebagai persiapan tenaga kerja (TKI) juga menggunakan Silabus silabus yang tidak lagi menekankan struktur bahasa.
Sebagai contoh, buku Jago Berbahasa Arab: Panduan Praktis Berbahasa Arab untuk Haji, Umrah dan TKI, karangan Imam Taufik dkk., di dalamnya memuat situasi-situasi tertentu yang mungkin dihadapi seseorang jika pergi ke Timur Tengah. Situasi-situasi itu antara lain: di Bandara, di Masjidil Haram, di Maktab, di Restoran dan sebagainya (Taufiq, 2009: vii-xi). Lebih jauh, Zuhri dan Suhail (2009) menyajikan percakapan dalam bentuk nosi-nosi seperti pertemuan, selamat dan terima kasih, perintah dan nasihat, permintaan dan penawaran, ekspresi dan perasaan (Zuhri dan Suhail, 2009: xxi-xxv) yang dibumbui keterangan ragam budaya baik fusha maupun ‘amiyahnya yang mengingatkan kita pada komponen Silabus Multidimensional.
Jika demikian halnya maka pembelajaran bahasa Arab di Indonesia secara umum terkait dengan tujuan pembelajarannya. Pada pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan akademik (meminjam istilah Richards) maka 4 silabus teratas yakni gramatikal, situasional, nosional dan multidimensional adalah tipe-tipe yang sangat umum digunakan. Namun demikian perlu digaris bawahi bahwa penggunaan satu tipe silabus secara murni sulit ditemukan pada pembelajaran bahasa Arab di Indonesia dewasa ini. Kombinasi merupakan respons positif dalam menjawab tantangan pembelajaran bahasa Arab dewasa ini.  
PENUTUP
Dalam bagian ini penulis ingin menyampaikan beberapa hal penting yang dapat dianggap sebagai benang merah tulisan ini:
1.      Silabus Pembelajaran bahasa asing, termasuk bahasa Arab, memiliki banyak tipe yang secara sederhana dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, yang lebih menekankan pada bentuk bahasa (form) dan kedua yang lebih menekankan pada makna (mean). Keberadaan bermacam tipe silabus dapat dilihat sebagai bentuk pengembangan dari silabus yang ada sebelumnya sehingga pemaparannya tidak perlu untuk dipertentangkan.
2.      Silabus pembelajaran bahasa Arab terutama bagi penutur non-Arab masih kental dengan nuansa strukturalnya. Hal ini bisa dijelaskan dengan fenomena pembelajaran bahasa Arab di Indonesia secara khusus dan pembelajaran bahasa Arab di Asia Tenggara pada umumnya.
3.      Silabus berbasis tugas, silabus berbasis keterampilan, dan silabus berbasis konten dapat menjadi sarana yang baik meskipun pengembangannya dalam pembelajaran bahasa Arab belum dilirik.
4.      Kombinasi beberapa tipe silabus menjadi keharusan jika dikaitkan dengan realitas pembelajaran bahasa Arab di era globalisasi yang tidak hanya menekankan aspek reseptif tetapi juga aspek produktif bahasa. Dengan demikian silabus bahasa Arab sebagaimana terlampir dalam permenag no. 2 tahun 2008 “tidak tepat” jika dikatakan –sebagaimana tertetara- menggunakan silabus gramatikal (keseluruhan jenis dan jenjang pendidikan kecuali MA program Bahasa).
5.      Politik Bahasa yang dianut pemeritah Indonesia yang menempatkan bahasa Arab sebagai bahasa asing sedikit banyak berpengaruh pada penentuan tipe silabus yang digunakan.










DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mutholib, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab (Teori & Praktik), (Kudus, STAIN Kudus Press, 2009)
Al-Khuli, Muhammad Ali, A Dictionary of Applied Linguistics: English-Arabic with An Arabic-English Glossary, Librairie Du Lian, First Edition, 1986, printed in Lebanon
Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, (Malang, Misykat, 2009)
Fuad Munajat, Al-Lughah Al-‘Arabiyyah: Ad-Duruus Fi Tadriibi Qawaa’idiha, (Kudus, STAIN Kudus Press, 2009)
Hidayat, HD, Pelajaran Bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah Kurikulum 1984 Jilid I, Jakarta, PT Hikmat Syahid Indah/CV Toha Putra Semarang, 1986
Ismail Shini, Mahmud, Al-‘Arabiyyah Li An-Nasyiin: Manhaj Mutakaamil Li Ghair An-Naathiqin Bi Al-‘Arabiyyah, Jilid 6, Al-Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su’uudiyyah Wizaarat Al-Ma’aarif Idaarat Al-Kutub Al-Madrasiyyah, 1983)
Krahnke, Karl, Approaches to Syllabus Design for Foreign Language Teaching, New Jersey: Prentice Hall Regents, Englewood Cliffs, 1987
      Mohseni Far, Mohammad, “An Overview of Syllabuses in English Language Teaching”, dalam http://www3.telus.net/linguisticsissues/syllabi, diunduh pada 13 April 2011
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008, Tentang Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam Dan Bahasa Arab Di Madrasah
Taufiq, Imam, Misbah Khiruddin Zuhri, Muhammad Shobirin, Jago Berbahasa Arab: Panduan Praktis Berbahasa Arab untuk Haji, Umrah, dan TKI, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2009
Thu’aimah, Rusydi Ahmad, Ta’lim al-‘Arabiyyah Li Ghair an-Nathiqina Biha: Manahijuhu Wa Asalibuhu, Ar-Ribath: Mansyurat al-Munadzdzamah al-Islamiyyah Li at-Tarbiyah Wa al-‘Ulum Wa ats-Tsaqafah, 1989
Umam, Chatibul, Ahmad Basyar, Muchtar Latif, A. Akrom Malibary, M. Salim Fachri, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Jakarta, Proyek Pengembangan Sistim Pendidikan Agama DEPAG RI, 1975
Zuhri, Misbah Khoiruddin dan M. Shobirin Suhaili, La Taskut: Panduan Praktis Percakapan Bahasa Arab, Semarang, Pustaka Nuun, 2009



                       






[1] Fuad Munajat, Al-Lughah Al-‘Arabiyyah: Ad-Duruus Fi Tadriibi Qawaa’idihaa, (Kudus: STAIN Kudus Press, 2009, hal. و – ح)
[2] Lihat Lampiran Permenag No. 2 Tahun 2008 hal. 120-121
[3] Lihat Misbah Khoiruddin Zuhri dan M. Shobirin Suhail, La Taskut : Panduan Praktis Percakapan Bahasa Arab, Semarang :Pustaka Nuun, hal. Xxi-xxxiii)

2 komentar:

  1. kira kira kalo pembalajaran b arab dasar untuk anak sma efektifnya dengan model silabus seperti apa pak? kalo bapak ada filenya, bolehlah kiranya untuk dibagikan sebagai bahan rujukan dan referensi.. terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Model silabus bahasa Arab terbaik adalah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. setahu saya, kurikulum bahasa Arab SMA memiliki perbedaan tujuan dengan kurikulum bahasa Arab di MA. Lebih jauh kurikulum bahasa Arab SMA dapat diunduh betapunya.com/submit/berita/download_dok2.php?id.

      Hapus