الأربعاء
17/5/1435 هـ - الموافق 19/3/2014 م (آخر تحديث) الساعة 16:03 (مكة المكرمة)،
13:03 (غرينتش)
حكم بإعدام
26 متهما بقضية "خلية السويس"
قضت محكمة مصرية اليوم الأربعاء غيابيا
بالإعدام شنقا بحق 26 من عناصر جماعة الإخوان المسلمين، لاتهامهم بقيادة "خلية
إرهابية" للإضرار بالمجرى الملاحي لقناة السويس، والمعروفة إعلاميا باسم
"خلية السويس".
وعاقبت محكمة جنايات شمال القاهرة المنعقدة
بمعهد أمناء الشرطة بمنطقة طرة المتهم الـ27 ويدعى محمد عبد الغفار بالسجن المشدد
لمدة 15 عاما.
ووجهت المحكمة إلى المتهمين اتهامات بتولي
قيادة "خلية إرهابية"، تضم خلايا عنقودية بمحافظات القاهرة والدقهلية
ودمياط، بغرض استهداف السفن المارة بقناة السويس، "وتصنيع الصواريخ لتنفيذ
أغراضهم، ورصد المقار الأمنية تمهيدا لاستهدافها، إضافة إلى تصنيع المواد المتفجرة
وحيازة أسلحة نارية وبنادق آلية ومفرقعات وذخائر".
وبحسب التحقيقات، فإن المتهمين "قاموا
بالدعوة لتكفير المجتمع والخروج عليه والاعتداء على أفراد القوات المسلحة والشرطة
والمسيحيين ودور عبادتهم واستحلال أموالهم وممتلكاتهم، واستهداف السائحين الأجانب،
وكذا المنشآت العامة والبترولية والأجنبية والمجرى الملاحي لقناة السويس"،
مستخدمين في ذلك وسائل الإرهاب لتنفيذ أغراضهم.
يشار إلى أن سلطات الأمن في مصر شنّت منذ
الانقلاب حملة شرسة ضد مؤيدي جماعة الإخوان المسلمين، التي أعلنتها حكومة حازم الببلاوي المستقيلة جماعة إرهابية، وزجت الأجهزة
الأمنية بالعديد من قيادات الجماعة في السجون.
وفي فبراير/شباط الماضي، أصدرت ثلاث محاكم
بالإسكندرية أحكاما بالسجن بلغت في مجموعها 945 عاماً، وغرامات مالية تتجاوز نصف
مليون جنيه، على أكثر من مائتين من رافضي الانقلاب العسكري الذي أطاح بالرئيس
المعزول محمد مرسي في الثالث من يوليو/تموز الماضي.
وشهدت الشهور الماضية صدور أحكام وصفت بالقاسية
بحق عدد من معارضي الانقلاب، بينما تنحت هيئات قضائية عن نظر قضايا متهم فيها
قيادات من جماعة الإخوان، ما أثار تساؤلات حول تدخل السلطة التنفيذية في أعمال
السلطة القضائية، خاصة مع صدور أحكام مخففة بحق معارضين كانت صدرت بحقهم أحكام
قاسية، وذلك بعد موجة انتقادات محلية وعالمية لهذه الأحكام.
TERJEMAHAN
Rabu/19/03/2014, Jam 16: 03 Wamekk
(waktu Mekkah)
26 TERDAKWA DIJATUHI HUKUMAN MATI TERKAIT KASUS "KELOMPOK TERORIS SUEZ "
Rabu ini
(19/03/2014), Pengadilan Mesir memutuskan, secara in absentia, hukuman mati dengan digantung, terhadap 26 anggota
Ikhwanul Muslimin. Putusan ini terkait tuduhan "sel teroris " yang
merugikan jalur navigasi ke Terusan Suez, yang dikenal di media sebagai “kasus kelompok
teroris Suez“.
Pengadilan
pidana Kairo Utara, yang diadakan di
Institut Pengawas dari Polres Tora, mendakwa 27 tersangka dan menuntut Muhammad
Abdul Ghaffar penjara ekstra ketat selama 15 tahun .
Pengadilan
pidana mendakwa para tersangka dengan tuduhan membentuk “sel teroris” yang
meliputi klaster di propinsi Kairo, Daqhaliyah, dan Dimyath, dengan tujuan
menyerang perahu-perahu yang melewati Terusan Suez. Selain itu, mereka juga
dituduh membuat roket untuk melakukan serangan
dan memantau markas besar keamanan dalam
persiapan untuk target. Di samping itu, mereka juga dituduh merakit bahan peledak dan kepemilikan senjata api,
senapan mesin, mercon, dan amunisi. "
Berdasarkan
investigasi, para terdakwa diduga mempropagandakan “pengkafiran” masyarakat,
mengganggu mereka, menyerang tentara,
polisi, orang-orang Kristen, rumah-rumah ibadah mereka, merampas harta mereka, menyerang
wisatawan asing, fasilitas umum, instalasi
minyak bumi, aset asing dan jalur air dari Terusan Suez. Mereka menggunakan cara-cara
terorisme dalam melaksanakan tujuan mereka.
Sejak kudeta
berlangsung, otoritas keamanan Mesir telah meluncurkan kampanye sengit terhadap
para pendukung Ikhwanul Muslimin, yang diumumkan oleh Pemerintah Hazem Beblawi yang
telah mengundurkan diri, sebagai kelompok teroris. Akibatnya, sejumlah pimpinan
IM dijebloskan ke dalam penjara oleh pihak keamanan.
Pada Februari
lalu, tiga pengadilan Iskandariyah memutuskan hukuman penjara yang jika
diakumulasi mencapai total 945 tahun dan denda lebih dari setengah juta Pound, terhadap
lebih dari dua ratus orang anti kudeta militer yang menggulingkan Presiden
Mohamed Morsi, pada 3 Juli 2013 lalu.
Beberapa bulan terakhir ditandai dengan penerbitan putusan hukum yang cukup
berat atas sejumlah penentang kudeta. Saat bersamaan, lembaga yudikatif tampak
menghindari kasus yang melibatkan pimpinan IM dan memunculkan dugaan intervensi
pemerintah dalam proses peradilan. Hal ini tampak mencolok pada terbitnya
putusan yang lebih ringan, sebelumnya lebih berat, pasca gelombak kritik pedas
baik dalam negeri maupun dunia internasional terhadap putusan-putusan tersebut.
(Terj. Fuad Munajat**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar