ISTIMA’
BAHASA ARAB DALAM PEMBELAJARAN MIKRO
Oleh:
Fuad Munajat
Pendahuluan
Pembelajaran
Mikro menempati posisi penting dalam mempersiapkan calon tenaga pengajar yang
sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan. Bagi setiap calon
pengajar, aspek pengalaman mengajar menjadi satu penunjang yang dibutuhkan
sebagai model dan acuan utama dalam menyiapkan ancangan pembelajarannya kelak
dalam pembelajaran sesungguhnya (real teaching). Pembelajaran mikro diselenggarakan
untuk berbagai materi ajar atau mata pelajaran yang diajarkan pada berbagai
jenjang pendidikan termasuk bahasa Arab.
Mata
pelajaran bahasa Arab merupakan materi ajar yang cukup penting terlebih dalam
kaitan dengan luasnya aspek yang dicakup. Bahasa Arab dapat dibagi menjadi
beberapa segmen utama antara lain aspek kebahasaan dan aspek keterampilan/
kemahiran. Tidak heran jika Jika Effendi mensyaratkan tiga hal yang harus
dikuasai guru bahasa Arab (1) kemahiran bahasa Arab, (2) pengetahuan tentang
bahasa dan budaya Arab, (3) keterampilan mengajarkan bahasa Arab (Effendy,
2009: 1).
Mengingat
luasnya aspek bahasa Arab yang perlu dikuasai calon pengajar, dalam tulisan
singkat ini penulis hanya memokuskan perhatian pada satu aspek kecil dari
keseluruhan segmen pembelajaran bahasa Arab. Aspek dimaksud adalah kemahiran
Istima’ bahasa Arab baik posisi Istima dalam pembelajaran bahasa Arab, metode
dan media yang digunakan, serta keterampilan mengajar istima’ bahasa Arab.
Posisi Istima dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Asumsi
umum dalam pembelajaran bahasa menyatakan bahwa secara alamiah seseorang
memperoleh (akuisisi) dan belajar bahasa melalui beberapa tahapan yakni
menyimak (istima’), membaca (qiraat), berbicara (kalam),
dan menulis (kitabah)(Lihat misalnya, Al-‘Arabi, 1981 : 63). Tentu saja
urutan tersebut masih dapat diperdebatkan tergantung pendekatan dan asumsi
bahasa atau belajar bahasa yang dianut seseorang.
Urutan
tersebut dapat diartikan sebagai tingginya posisi atau urgensi istima’ dalam
pembelajaran bahasa, dalam hal ini bahasa Arab. Hal ini diperkuat dengan
kenyataan dalam kondisi alamiah seseorang penutur bahasa pertama memperoleh
bahasa ibu dengan istima’ dan disusul kemahiran lainnya. Input bahasa memainkan
peranan penting karena menjadi dasar bagi output bahasa dalam hal ini aspek
berbicara.
Kenyataan
di atas membawa konsekuensi dalam pembelajaran bahasa Arab di mana aspek ini
mendapat porsi yang cukup besar pada marhalah mubtadiah (level dasar),
dan secara gradual berkurang pada jenjang pendidikan berikutnya. Gradasi porsi
istima’ yang berkurang tidak berarti berkurangnya urgensi istima’ tetapi lebih
karena fokus yang bergeser ke arah pemahaman (al-fahmu wal qiraat).
Mengingat
pentingnya aspek istima’ bahasa Arab maka dalam pembelajaran mikro bahasa Arab
aspek tersebut harus diperhatikan baik karakteristik istima’, pengenalan bunyi
bahasa Arab (tamyiz al-ashwat), dan pemahaman teks istima’ (fahmul
masmu’).
Materi Ajar, Metode, dan Media Istima’
Jika
mengacu pada silabus bahasa Arab pada jenjang Tsanawiyah kelas VII, misalnya,
beberapa tema diajarkan antara lain Ta’aruf, al-Adawat al-Madrasiyyah,
al-Usrah, Fil Fashli, Fil Maktabah, Fil Bait, Fil Hadiqah, dan al-‘Unwan
(Lihat Materi Praktikum Micro Teaching STAIN Kudus, 2014: th). Tema-tema
tersebut dijabarkan dalam empat kemahiran istima, kalam, qiraah, dan kitabah.
Materi
ajar istima’ idealnya disampaikan sesuai dengan bunyi bahasa, nada, intonasi
penutur asli bahasa Arab. Dalam hal ini keberadaan penutur asli (native
speaker) bahasa Arab menjadi sebuah keniscayaan. Namun demikian,
pembelajaran bahasa asing, termasuk bahasa Arab, terkendala dengan problem
ketersedian penutur asli. Dengan demikian media pembelajaran dapat mengisi
posisi penutur asli baik dengan kaset, rekaman audio, ataupun audio visual
seperti video.
Terkait
metode yang digunakan dalam pembelajaran istima’ ada beberapa metode dan teknik
pembelajaran. Di antara metode yang memberikan perhatian pada aspek istima
adalah metode langsung (mubasyirah)
dan metode Audio Lingual. Adapun teknik pembelajarannya dapat dilakukan dengan latihan
pengenalan (identifikasi), latihan mendengarkan dan menirukan, latihan membaca
dan mendengar, latihan mendengar dan memahami (Effendy, 2009: 129-133).
Dalam
kaitan dengan media pembelajaran istima’, sebagaimana disinggung dalam paragraf
materi ajar di atas, terdapat beberapa pilihan baik dengan penutur asli maupun
dengan penggantinya berupa rekaman, audio, ataupun video. Namun demikian perlu
dinyatakan realitas pembelajaran istima’ tidak memperlihatkan hal semestinya.
Beberapa guru cenderung menggunakan teknik imla (dikte) dan pembacaan
guru (teacher talk) terhadap teks yang tersedia. Tidak heran jika siswa
setelah mengikuti sesi istima’ masih merasa kesulitan jika menyimak atau mendengarkan
teks istima’ dari penutur asli.
Keterampilan Mengajar Istima’ Bahasa Arab
Sebagaimana
dijelaskan di bagian pendahuluan bahwa seorang guru bahasa Arab setidaknya
harus menguasai tiga hal (1) kemahiran
bahasa Arab, (2) pengetahuan tentang bahasa dan budaya Arab, (3) keterampilan
mengajarkan bahasa Arab (Effendy, 2009: 1). Dalam hal ini jika diturunkan pada
aspek istima’ maka guru harus menguasai kemahiran istima’ bahasa Arab. Guru
juga harus menguasai dan memahami pengetahuan tentang bahasa dan budaya Arab
yang terkandung dalam teks yang disimak. Di samping itu guru harus menguasai
dan terampil dalam mengajarkan istima’ bahasa Arab dengan segala metode dan
teknik pembelajarannya.
Kriteria
tersebut tampak sederhana tetapi dalam pelaksanaannya sulit untuk memadukan
ketiga pra syarat guru dimaksud. Adagium Mahmud Yunus yang menyatakan “ath-Thariqatu
Ahammu minal Maaddah”, atau sebaliknya “al-Maaddatu Ahammu min ath-Thariqah”
(metode lebih penting ketimbang materi ajar) atau sebaliknya (materi ajar lebih
penting dari metode) menjadi sinergi ketika diungkapkan “kedua-duanya sama
pentingnya”.
Dengan
demikian mengajar aspek istima memiliki tantangan yang cukup berat jika
dikaitkan dengan aspek bahan ajar, misalnya, ditemukan adanya kenyataan buku-buku
ajar yang ada di pasaran tidak dilengkapi dengan suplemen audio. Dalam hal ini
dibutuhkan kejelian dan kreatifitas guru dalam menyiapkan bahan ajar yang
sesuai. Kalaupun menggunakan supleman audio, biasanya dari buku al-Arabiyyah
Baina Yadaika, belum dipertimbangkan aspek budaya yang kerap memiliki
jurang (gap) yang terlalu jauh antara budaya Arab dengan budaya
Indonesia.
Pada
aspek media, secara khusus, belum banyak digunakan sumber belajar seperti
laboratorium bahasa, kelas multi media, maupun teknologi internet. Tentu saja
di banyak sekolah telah ada laboratorium bahasa tetapi penggunaan dan
pemanfaatnya masih jauh dari kata optimal.
Aspek
ketiga adalah keterampilan mengajar bahasa Arab. Aspek ini bisa jadi sering
dianggap selesai diajarkan saat seseorang diajarkan tentang metode-metode
pembelajaran bahasa Arab. Ada hal yang kerap diabaikan yakni terkait
teori-teori bahasa, teori pembelajaran bahasa,
yang melandasi metode-metode pembelajaran bahasa Arab. Aspek teori
menjadi penting jika dikaitkan dengan turunan konsekuensi dari teori tertentu.
Pengetahuan aspek teoretis baik teori bahasa dan teori pembelajaran bahasa
membantu seseorang dalam mengembangkan metode dan bahan ajar jika terdapat jurang (gap) antara
bahan ajar yang tersedia dengan kondisi nyata siswa.
Istima’ Bahasa Arab dalam Pembelajaran Mikro
Dalam
pembelajaran istima di kelas pembelajaran mikro, seorang praktikan dapat
memilih salah satu materi istima sesuai silabus yang ditentukan. Jika buku
paket yang digunakan tidak melampirkan audio atau teks simakan, praktikan
disarankan tidak menyuarakan (imla) teks dimaksud dengan suara praktikan tetapi
berupaya mencari teks beraudio dengan tema yang sama dengan silabus. Di
internet telah banyak ditemukan situs-situs penyedia audio bahasa Arab dengan
tema yang sama atau mirip dengan silabus.
Hal
terpenting dalam istima bahasa Arab dalam pembelajaran mikro adalah persiapan
praktikan dalam teks beraudio. Kendala-kendala teknis dapat saja dihadapi
praktikan misalnya dalam penggunaan multi media. Seringkali dijumpai praktikan
yang tidak menguasai cara penggunaan alat multi media seperti LCD, speaker
aktif, atau bahkan instalasi kelistrikannya. Meskipun media teknologi bukanlah
segala-galanya tetapi dalam sesi istima media teknologi berfungsi sebagai
pengganti penutur asli.
Selain
hal teknis di atas, ada beberapa persoalan mendasar antara lain persoalan
persiapan pembelajaran mikro, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Tahap persiapan
merupakan fase krusial di mana calon pengajar mempersiapkan segala sesuatu
terkait pembelajaran yang akan dilaksanakannya.
Dalam kaitan dengan pembelajaran mikro bahasa Arab maka tahapan
persiapan yang mesti dilakukan adalah menyiapkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) bahasa Arab yang diturunkan dari kurikulum dan silabus
bahasa Arab.
Tidak
hanya sebatas mempersiapkan RPP, seorang praktikan juga harus memahami memahami
secara optimal Perangkat Pembelajaran lainnya dan Konsep dasar mengajar seperti
keterampilan membuka dan menutup, keterampilan menjelaskan, keterampilan
bertanya, keterampilan penguatan, dan keterampilan mengadakan variasi.
Dengan
demikian mengajar istima dalam pembelajaran mikro harus mempertimbangkan dan
melaksanakan segala sesuatu yang terkait baik dengan perangkat pembelajaran
(lebih bersifat prosedural) dan kemampuan dasar mengajar (lebih bersifat
kompetensi).
Daftar Pustaka
Al-Arabi,
Abdul Majid Shalah, Ta’allum al-Lughaat al-Hayyah wa Ta’liimuhaa: Baina
an-Nadzariyya wa at-Tathbiiq, Beirut: Maktabat Lubnan, 1981
Effendy, Ahmad
Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2009
Jurusan
Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, Materi Praktikum Micro
Teaching Silabus Mata Pelajaran Bahasa Arab Di Tingkat Madrasah Aliyah &
Tsanawiyah Program Studi PBA, 2014