Selasa, 11 April 2017

ISTIMA’ BAHASA ARAB DALAM PEMBELAJARAN MIKRO



ISTIMA’ BAHASA ARAB DALAM PEMBELAJARAN MIKRO
Oleh: Fuad Munajat

Pendahuluan
Pembelajaran Mikro menempati posisi penting dalam mempersiapkan calon tenaga pengajar yang sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan. Bagi setiap calon pengajar, aspek pengalaman mengajar menjadi satu penunjang yang dibutuhkan sebagai model dan acuan utama dalam menyiapkan ancangan pembelajarannya kelak dalam pembelajaran sesungguhnya (real teaching). Pembelajaran mikro diselenggarakan untuk berbagai materi ajar atau mata pelajaran yang diajarkan pada berbagai jenjang pendidikan termasuk bahasa Arab.
Mata pelajaran bahasa Arab merupakan materi ajar yang cukup penting terlebih dalam kaitan dengan luasnya aspek yang dicakup. Bahasa Arab dapat dibagi menjadi beberapa segmen utama antara lain aspek kebahasaan dan aspek keterampilan/ kemahiran. Tidak heran jika Jika Effendi mensyaratkan tiga hal yang harus dikuasai guru bahasa Arab (1) kemahiran bahasa Arab, (2) pengetahuan tentang bahasa dan budaya Arab, (3) keterampilan mengajarkan bahasa Arab (Effendy, 2009: 1).
Mengingat luasnya aspek bahasa Arab yang perlu dikuasai calon pengajar, dalam tulisan singkat ini penulis hanya memokuskan perhatian pada satu aspek kecil dari keseluruhan segmen pembelajaran bahasa Arab. Aspek dimaksud adalah kemahiran Istima’ bahasa Arab baik posisi Istima dalam pembelajaran bahasa Arab, metode dan media yang digunakan, serta keterampilan mengajar istima’ bahasa Arab.
Posisi Istima dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Asumsi umum dalam pembelajaran bahasa menyatakan bahwa secara alamiah seseorang memperoleh (akuisisi) dan belajar bahasa melalui beberapa tahapan yakni menyimak (istima’), membaca (qiraat), berbicara (kalam), dan menulis (kitabah)(Lihat misalnya, Al-‘Arabi, 1981 : 63). Tentu saja urutan tersebut masih dapat diperdebatkan tergantung pendekatan dan asumsi bahasa atau belajar bahasa yang dianut seseorang.
Urutan tersebut dapat diartikan sebagai tingginya posisi atau urgensi istima’ dalam pembelajaran bahasa, dalam hal ini bahasa Arab. Hal ini diperkuat dengan kenyataan dalam kondisi alamiah seseorang penutur bahasa pertama memperoleh bahasa ibu dengan istima’ dan disusul kemahiran lainnya. Input bahasa memainkan peranan penting karena menjadi dasar bagi output bahasa dalam hal ini aspek berbicara.
Kenyataan di atas membawa konsekuensi dalam pembelajaran bahasa Arab di mana aspek ini mendapat porsi yang cukup besar pada marhalah mubtadiah (level dasar), dan secara gradual berkurang pada jenjang pendidikan berikutnya. Gradasi porsi istima’ yang berkurang tidak berarti berkurangnya urgensi istima’ tetapi lebih karena fokus yang bergeser ke arah pemahaman (al-fahmu wal qiraat).
Mengingat pentingnya aspek istima’ bahasa Arab maka dalam pembelajaran mikro bahasa Arab aspek tersebut harus diperhatikan baik karakteristik istima’, pengenalan bunyi bahasa Arab (tamyiz al-ashwat), dan pemahaman teks istima’ (fahmul masmu’).
Materi Ajar, Metode, dan Media Istima’
Jika mengacu pada silabus bahasa Arab pada jenjang Tsanawiyah kelas VII, misalnya, beberapa tema diajarkan antara lain Ta’aruf, al-Adawat al-Madrasiyyah, al-Usrah, Fil Fashli, Fil Maktabah, Fil Bait, Fil Hadiqah, dan al-‘Unwan (Lihat Materi Praktikum Micro Teaching STAIN Kudus, 2014: th). Tema-tema tersebut dijabarkan dalam empat kemahiran istima, kalam, qiraah, dan kitabah.
Materi ajar istima’ idealnya disampaikan sesuai dengan bunyi bahasa, nada, intonasi penutur asli bahasa Arab. Dalam hal ini keberadaan penutur asli (native speaker) bahasa Arab menjadi sebuah keniscayaan. Namun demikian, pembelajaran bahasa asing, termasuk bahasa Arab, terkendala dengan problem ketersedian penutur asli. Dengan demikian media pembelajaran dapat mengisi posisi penutur asli baik dengan kaset, rekaman audio, ataupun audio visual seperti video.
Terkait metode yang digunakan dalam pembelajaran istima’ ada beberapa metode dan teknik pembelajaran. Di antara metode yang memberikan perhatian pada aspek istima adalah metode  langsung (mubasyirah) dan metode Audio Lingual. Adapun teknik pembelajarannya dapat dilakukan dengan latihan pengenalan (identifikasi), latihan mendengarkan dan menirukan, latihan membaca dan mendengar, latihan mendengar dan memahami (Effendy, 2009: 129-133).
Dalam kaitan dengan media pembelajaran istima’, sebagaimana disinggung dalam paragraf materi ajar di atas, terdapat beberapa pilihan baik dengan penutur asli maupun dengan penggantinya berupa rekaman, audio, ataupun video. Namun demikian perlu dinyatakan realitas pembelajaran istima’ tidak memperlihatkan hal semestinya. Beberapa guru cenderung menggunakan teknik imla (dikte) dan pembacaan guru (teacher talk) terhadap teks yang tersedia. Tidak heran jika siswa setelah mengikuti sesi istima’ masih merasa kesulitan jika menyimak atau mendengarkan teks istima’ dari penutur asli.
Keterampilan Mengajar Istima’ Bahasa Arab
Sebagaimana dijelaskan di bagian pendahuluan bahwa seorang guru bahasa Arab setidaknya harus menguasai tiga hal (1)  kemahiran bahasa Arab, (2) pengetahuan tentang bahasa dan budaya Arab, (3) keterampilan mengajarkan bahasa Arab (Effendy, 2009: 1). Dalam hal ini jika diturunkan pada aspek istima’ maka guru harus menguasai kemahiran istima’ bahasa Arab. Guru juga harus menguasai dan memahami pengetahuan tentang bahasa dan budaya Arab yang terkandung dalam teks yang disimak. Di samping itu guru harus menguasai dan terampil dalam mengajarkan istima’ bahasa Arab dengan segala metode dan teknik pembelajarannya.
Kriteria tersebut tampak sederhana tetapi dalam pelaksanaannya sulit untuk memadukan ketiga pra syarat guru dimaksud. Adagium Mahmud Yunus yang menyatakan “ath-Thariqatu Ahammu minal Maaddah”, atau sebaliknya “al-Maaddatu Ahammu min ath-Thariqah” (metode lebih penting ketimbang materi ajar) atau sebaliknya (materi ajar lebih penting dari metode) menjadi sinergi ketika diungkapkan “kedua-duanya sama pentingnya”.
Dengan demikian mengajar aspek istima memiliki tantangan yang cukup berat jika dikaitkan dengan aspek bahan ajar, misalnya, ditemukan adanya kenyataan buku-buku ajar yang ada di pasaran tidak dilengkapi dengan suplemen audio. Dalam hal ini dibutuhkan kejelian dan kreatifitas guru dalam menyiapkan bahan ajar yang sesuai. Kalaupun menggunakan supleman audio, biasanya dari buku al-Arabiyyah Baina Yadaika, belum dipertimbangkan aspek budaya yang kerap memiliki jurang (gap) yang terlalu jauh antara budaya Arab dengan budaya Indonesia.
Pada aspek media, secara khusus, belum banyak digunakan sumber belajar seperti laboratorium bahasa, kelas multi media, maupun teknologi internet. Tentu saja di banyak sekolah telah ada laboratorium bahasa tetapi penggunaan dan pemanfaatnya masih jauh dari kata optimal.
Aspek ketiga adalah keterampilan mengajar bahasa Arab. Aspek ini bisa jadi sering dianggap selesai diajarkan saat seseorang diajarkan tentang metode-metode pembelajaran bahasa Arab. Ada hal yang kerap diabaikan yakni terkait teori-teori bahasa, teori pembelajaran bahasa,  yang melandasi metode-metode pembelajaran bahasa Arab. Aspek teori menjadi penting jika dikaitkan dengan turunan konsekuensi dari teori tertentu. Pengetahuan aspek teoretis baik teori bahasa dan teori pembelajaran bahasa membantu seseorang dalam mengembangkan metode dan bahan ajar  jika terdapat jurang (gap) antara bahan ajar yang tersedia dengan kondisi nyata siswa.
Istima’ Bahasa Arab dalam Pembelajaran Mikro
Dalam pembelajaran istima di kelas pembelajaran mikro, seorang praktikan dapat memilih salah satu materi istima sesuai silabus yang ditentukan. Jika buku paket yang digunakan tidak melampirkan audio atau teks simakan, praktikan disarankan tidak menyuarakan (imla) teks dimaksud dengan suara praktikan tetapi berupaya mencari teks beraudio dengan tema yang sama dengan silabus. Di internet telah banyak ditemukan situs-situs penyedia audio bahasa Arab dengan tema yang sama atau mirip dengan silabus.
Hal terpenting dalam istima bahasa Arab dalam pembelajaran mikro adalah persiapan praktikan dalam teks beraudio. Kendala-kendala teknis dapat saja dihadapi praktikan misalnya dalam penggunaan multi media. Seringkali dijumpai praktikan yang tidak menguasai cara penggunaan alat multi media seperti LCD, speaker aktif, atau bahkan instalasi kelistrikannya. Meskipun media teknologi bukanlah segala-galanya tetapi dalam sesi istima media teknologi berfungsi sebagai pengganti penutur asli.
Selain hal teknis di atas, ada beberapa persoalan mendasar antara lain persoalan persiapan pembelajaran mikro, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Tahap persiapan merupakan fase krusial di mana calon pengajar mempersiapkan segala sesuatu terkait pembelajaran yang akan dilaksanakannya.  Dalam kaitan dengan pembelajaran mikro bahasa Arab maka tahapan persiapan yang mesti dilakukan adalah menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bahasa Arab yang diturunkan dari kurikulum dan silabus bahasa Arab.
Tidak hanya sebatas mempersiapkan RPP, seorang praktikan juga harus memahami memahami secara optimal Perangkat Pembelajaran lainnya dan Konsep dasar mengajar seperti keterampilan membuka dan menutup, keterampilan menjelaskan, keterampilan bertanya, keterampilan penguatan, dan keterampilan mengadakan variasi.
Dengan demikian mengajar istima dalam pembelajaran mikro harus mempertimbangkan dan melaksanakan segala sesuatu yang terkait baik dengan perangkat pembelajaran (lebih bersifat prosedural) dan kemampuan dasar mengajar (lebih bersifat kompetensi).

Daftar Pustaka
Al-Arabi, Abdul Majid Shalah, Ta’allum al-Lughaat al-Hayyah wa Ta’liimuhaa: Baina an-Nadzariyya wa at-Tathbiiq, Beirut: Maktabat Lubnan, 1981
Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2009
Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, Materi Praktikum Micro Teaching Silabus Mata Pelajaran Bahasa Arab Di Tingkat Madrasah Aliyah & Tsanawiyah Program Studi PBA, 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar