Selasa, 11 April 2017

Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Khusus bagi Non-Arab : Pelajaran dari Universitas Kanal Suez Mesir



Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Khusus bagi Non-Arab : Pelajaran dari Universitas Kanal Suez Mesir
Oleh : Fuad Munajat

Pendahuluan
Bahasa Arab telah diajarkan di Indonesia sejak masuknya Islam ke Nusantara. Kenyataan ini menyiratkan secara tidak langsung bahwa orientasi pembelajaran bahasa Arab sedari awal tidak lepas dari tujuan keagamaan yakni bahasa Arab dilihat sebagai bahasa Islam. Seiring dengan perkembangan waktu tujuan pembelajaran bahasa Arab berkembang dari sekedar tujuan keagamaan, biasanya dikaitkan dengan penelaahan kitab kuning, hingga tujuan komunikasi sebagaimana tuntutan era moderen saat ini. Persoalan orientasi pembelajaran ini menjadi penting jika dilihat dari kenyataan bahwa rerata orang Indonesia yang belajar bahasa Arab secara formal telah  menghabiskan hingga belasan bahkan puluhan tahun tetapi belum memiliki kompetensi kebahasaan yang memadai.
Orientasi akan menentukan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran bahasa Arab. Tujuan pembelajaran bahasa Arab yang diorientasikan untuk tujuan keagamaan dengan sendirinya mengkonsekuensikan pendekatan, metode, dan teknik yang sesuai dengan tujuan tersebut. Demikian halnya jika bahasa Arab diajarkan untuk tujuan komunikatif. Jika pada orientasi pertama lebih banyak ditandai dengan perhatian kepada kemampuan membaca literatur klasik maka orientasi kedua dicirikan dengan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Tulisan ini difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab dengan orientasi kedua yakni bahasa Arab sebagai alat komunikasi di Universitas Kanal Suez Mesir. Salah satu di antara pengembangan dari orientasi tersebut adalah adanya pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus (Arabic for specific purposes). Pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab dengan orientasi tersebut sebenarnya untuk beberapa hal telah dilaksanakan di Indonesia tetapi hingga kini belum mendapatkan perhatian serius.



Orientasi Pembelajaran Bahasa Arab
Tujuan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia telah dirumuskan sejak dekade 70-an yakni untuk memahami Alquran, hadits, kitab-kitab/ buku-buku lainnya yang berbahasa Arab, agama dan kebudayaan Islam. Di samping itu terdapat tujuan untuk digunakan sebagai alat komunikasi, sebagai alat pembantu keahlian (supplementary), untuk membina ahli bahasa Arab, dan sebagai alat pembantu teknik (vocational)(Chatibul Umam, dkk., 1975 : 118-121).
          Dalam peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 2 tahun 2008 disebutkan tujuan pembelajaran bahasa Arab sebagai berikut:
a. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima’), berbicara (kalam), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah).
b. Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam.
c.  Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan demikian, peserta didik diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.
Tampak dari permenag di atas bahwa orientasi pembelajaran bahasa Arab sangat ideal dan komprehensif tetapi sering kali kenyataan di lapangan menunjukkan kenyataan yang bertolak belakang. Hal ini karena pembelajaran bahasa Arab dihadapkan pada berbagai problematika mulai dari problem kebahasaan hingga non-kebahasaan (Lihat uraian Aziz Fakhrurrozi & Erta Mahyudin, 2012 : 5) yang bukan merupakan fokus tulisan ini.

Universitas Kanal Suez dan Pembelajaran Bahasa Arab untuk Tujuan Khusus
Berdirinya Universitas Kanal Suez tidak lepas dari upaya yang dilakukan mendiang Presiden Muhammad Anwar Sadat yang pada 1975 meletakkan batu pertama pembangunannya di atas tanah seluas 1300 hektar di daerah perbatasan Ismailiya. Setahun setelahnya, diterbitkan UU nomor 93 tahun 1976 yang mengesahkan pendirian Universitas Kanal Suez. Adapun fakultas yang ada pada saat pendirian yakni fakultas Sains, fakultas Pertanian, fakultas Teknik, fakultas Teknologi, dan fakultas Tarbiyah.
Saat ini Universitas Kanal Suez telah memiliki dua kampus yang pertama di Ismailiyya yang terdiri dari fakultas Kedokteran, Sains, Tarbiyah, Perdagangan, Sastra, Teknik, Pertanian, Farmasi, Keperawatan, Kedokteran Gigi, Kedokteran Hewan, Pariwisata dan Perhotelan, Teknologi Informatika, Perikanan. Sedangkan di Arisy terdapat tiga fakultas yakni Tarbiyah, Pertanian, dan Pendidikan Olahraga.
Melihat begitu pesatnya perkembangan Universitas Kanal Suez, tidak heran jika banyak pihak yang mulai menjajaki kerjasama di bidang pendidikan termasuk Indonesia. Pada tahun 2012, tepatnya tanggal 5 Februari, Pusat Studi Indonesia (PSI) diresmikan dan dihadiri Dubes Indonesia untuk Mesir, Nurfaizi, dan Rektor Universitas Kanal Suez, Mohammed Ahmed Mohammedein. Tujuan utama pendirian PSI adalah membekali mahasiswa Universitas Kanal Suez tentang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan Indonesia. Di samping itu, PSI juga diharapkan menjadi embrio rencana kerjasama bidang akademik yang lebih luas seperti program short course, beasiswa mahasiswa S-2 dan S-3, program double degree, pelatihan bahasa Arab untuk dosen Indonesia, penelitian bersama, dan pertukaran pelajar.
 Ada hal menarik terkait pembelajaran bahasa Arab di Mesir. Selama ini, penulis membayangkan bahwa pembelajaran bahasa Arab di negara-negara Arab jauh lebih baik dibandingkan di Negara-negara non-Arab. Pandangan penulis sangat beralasan karena beberapa buku pembelajaran bagi non-Arab disusun dan diterbitkan oleh Negara-negara Arab, terutama Kerajaan Saudi Arabia. Buku Al-Arabiyah Baina Yadaika dan Al-Arabiyyah Li an-Nasyiin adalah dua buku yang hingga kini beredar luas di tengah-tengah lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Awalnya penulis menganggap hal ini lumrah karena adanya Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) yang telah berdiri di Jakarta sejak 1980 silam. Lembaga termasuk lembaga yang menyebar luaskan buku-buku tersebut. Namun demikian, seakan ragam buku seperti itu tidak banyak mengalami perubahan atau revisi bahkan terbitnya buku-buku lain mulai menimbulkan banyak tanya di dalam hati penulis. Sementara buku-buku pembelajaran bahasa Inggris semakin hari jumlahnya semakin banyak.
Jawaban atas keresahan penulis itupun mulai muncul seiring dengan keberangkatan penulis dalam program ARFI[1] 2014. Saat menjejakkan kaki di Universitas Al-Azhar, ternyata memang tidak penulis temukan Jurusan atau Program studi Pendidikan Bahasa Arab, sebagaimana yang kita temukan di Indonesia dengan adanya Jurusan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Ada seorang kawan yang mencoba menjawab fenomena ini dengan menyamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua di hamper seluruh wilayah di Indonesia. Jawaban tersebut ada benarnya karena hamper seluruh suku bangsa di Indonesia memang memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Namun demikian dalam beberapa kasus hal ini tidak terjadi karena bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Jawa dan bahasa Jawa memiliki jurusan tersendiri, seperi di Unnes, Semarang, ada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa.
Saat mengunjungi Universitas Kanal Suez, pada 9 November 2014 lalu, penulis melihat ada banyak sekali mahasiswa asing yang belajar bahasa Arab di universitas tersebut, termasuk mahasiswa Indonesia. Ada sekitar 150 mahasiswa dari Indonesia belajar di sini. Kebanyakan mereka mendalami Bahasa Arab. Di antara mereka ada yang sedang mengikuti daurah lughawiyah selama 4 bulan bagi mahasiswa Indonesia. Peserta daurah berasal dari perguruan tinggi di bawah naungan Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi, seperti Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Universitas Negeri Surakarta (UNS), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Yang menghentakkan adalah jumlah mahasiswa Cina yang belajar bahasa Arab jumlahnya jauh di atas mahasiswa kita. Ditambah lagi tujuan mereka belajar bahasa Arab sangat jauh berbeda dengan kita yang senantiasa belajar bahasa Arab untuk tujuan keagamaan. Bagi mahasiswa Cina bahasa Arab dipelajari sebagai bahasa komunikasi dan alat yang digunakan dalam memajukan perdagangan mereka. Dengan kata lain mereka mempelajari bahasa Arab untuk tujuan-tujuan khusus (Arabic for spesific purposes).
Pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus (PBATK) dapat didefinisikan sebagai pendekatan pembelajaran bahasa Arab yang setiap aspeknya didasarkan pada tujuan, materi ajar, dan metode pembelajaran, yang mendorong seseorang mempelajari bahasa Arab. Beberapa karakteristik yang harus ada dalam PBATK (a) merupakan program yang disiapkan untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan tertentu pembelajar bahasa Arab, (b) materi ajar terkait dengan bidang kerja, kegiatan, atau profesi tertentu, (c) sebagai konsekuensi poin a dan b, maka seleksi variasi bahasa juga dipilih berdasarkan kebutuhan dan bidang kerja tersebut, (d) biasanya difokuskan hanya pada keterampilan tertentu, misalnya hanya keterampilan membaca atau hanya keterampilan berbicara (Thu’aimah dan An-Naqah, 2006 : 223-224).
Dalam kasus mahasiswa Cina di atas sebagian besar mereka tidak memiliki latar belakang Islam. Artinya motif keagamaan bukanlah faktor utama yang mendorong mereka belajar bahasa Arab sebagaimana yang terjadi pada hampir seluruh pembelajar bahasa Arab di Indonesia atau mereka yang belajar bahasa Arab di Mesir yang berasal dari Indonesia. Jumlah mereka yang belajar bahasa Arab ada 300 orang dan jumlah tersebut melampaui jumlah mahasiswa Indonesia di Universitas Kanala Suez. Sebagian besar di antara mereka telah mendapatkan pengetahuan dasar bahasa Arab di negeri mereka. Bisa dikatakan bahwa keberadaan mereka di Mesir dalam rangka mempelajari hal teknis bahasa Arab pada bidang tertentu baik perdagangan, bisnis, ekonomi, pariwisata, diplomasi dan lain sebagainya. Dengan demikian silabusnya didesain untuk tujuan-tujuan spesifik seperti membuat perjanjian dagang, bahasa Arab untuk pebisnis dan lain sebagainya.

Penutup
Sepertinya, kita sebagai pengajar bahasa Arab bagi non-Arab di Indonesia sudah harus beranjak dari tujuan-tujuan pembelajaran bahasa Arab tradisional yang hanya berkutat pada aspek keagamaan tetapi juga pada aspek-aspek lain yang fungsional. Tidak heran jika investasi konglemerat Arab di Indonesia sangat sedikit jika dibandingkan dengan Negara jiran, Malaysia. Sangat mungkin karena saat ini Malaysia lebih giat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan di Mesir. Bahkan konon jika pihak Malaysia menjalin kerjasama dengan Mesir dalam pembelajaran bahasa Arab, mereka bahkan sampai bisa membuka kelas khusus dengan pendanaan 100 % dari pihak Malaysia.
Meskipun kurikulum bahasa Arab di Indonesia sudah sejak beberapa tahun yang lalu mulai menekankan aspek komunikatif, tetapi dalam pelaksanaannya di lapangan banyak kendala-kendala yang dihadapi. Sementara aspek komunikatif dapat dikembangkan pada lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki lingkungan berbahasa Arab, seperti asrama atau pondok. Dalam era teknologi saat ini penggunaan multi media juga dapat dijadikan alternative utama, penggunaan parabola, DVD pembelajaran bahasa Arab, dan pengoptimalisasian laboratorium bahasa. Kita dengan keterbatasan yang ada tetap memiliki peluang karena jumlah lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Arab sangat banyak. Yang perlu dilakukan adalah menggeser sedikit orientasi pembelajaran bahasa Arab di perguruan Tinggi, dan ini adalah tugas PTKI, untuk focus pada pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus seperti diplomasi, keperawatan, perdagangan, ketenagakerjaan, kedokteran dan sebagainya.

Daftar Pustaka
Fakhrurrozi, Aziz dan Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama, 2002
Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008, kemenag.go.id/file/.../02LAMPIRANPERMENAG.pdf, diunduh pada 25-03-2014
Thu’aimah, Rusydi Ahmad dan Mahmud Kamil An-Naqah, Ta’lim Al-Lugah Al-‘Arabiyyah Ittishaliyyan: Baina Al-Manahij wa Al-Istiratijiyyat, ISESCO, 2006
Umam, Chatibul, Ahmad Basyar, Muchtar Latif, A. Akrom Malibary, HM. Salim Fachri, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Jakarta: Proyek Pengembangan Sistim Pendidikan Agama Departemen Agama RI, [1975]





[1] ARFI : Academic Recharging for Islamic Higher Education, merupakan program unggulan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Dirjen Pendis Kementrian Agama RI yang tahun ini dilaksanakan 1-30 Nopember 2014 di tiga negara yakni Mesir, Austria, dan Jerman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar