Pembelajaran
Bahasa Arab untuk Tujuan Khusus bagi Non-Arab : Pelajaran dari Universitas Kanal Suez Mesir
Oleh : Fuad Munajat
Pendahuluan
Bahasa Arab telah diajarkan di
Indonesia sejak masuknya Islam ke Nusantara. Kenyataan ini menyiratkan secara
tidak langsung bahwa orientasi pembelajaran bahasa Arab sedari awal tidak lepas
dari tujuan keagamaan yakni bahasa Arab dilihat sebagai bahasa Islam. Seiring
dengan perkembangan waktu tujuan pembelajaran bahasa Arab berkembang dari sekedar
tujuan keagamaan, biasanya dikaitkan dengan penelaahan kitab kuning, hingga
tujuan komunikasi sebagaimana tuntutan era moderen saat ini. Persoalan
orientasi pembelajaran ini menjadi penting jika dilihat dari kenyataan bahwa rerata
orang Indonesia yang belajar bahasa Arab secara formal telah menghabiskan hingga belasan bahkan puluhan
tahun tetapi belum memiliki kompetensi kebahasaan yang memadai.
Orientasi akan menentukan
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran bahasa Arab. Tujuan pembelajaran bahasa
Arab yang diorientasikan untuk tujuan keagamaan dengan sendirinya
mengkonsekuensikan pendekatan, metode, dan teknik yang sesuai dengan tujuan
tersebut. Demikian halnya jika bahasa Arab diajarkan untuk tujuan komunikatif.
Jika pada orientasi pertama lebih banyak ditandai dengan perhatian kepada
kemampuan membaca literatur klasik maka orientasi kedua dicirikan dengan
kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Tulisan ini difokuskan pada
pelaksanaan pembelajaran bahasa Arab dengan orientasi kedua yakni bahasa Arab
sebagai alat komunikasi di Universitas Kanal Suez Mesir. Salah satu di antara
pengembangan dari orientasi tersebut adalah adanya pembelajaran bahasa Arab
untuk tujuan khusus (Arabic for specific purposes). Pelaksanaan
pembelajaran bahasa Arab dengan orientasi tersebut sebenarnya untuk beberapa
hal telah dilaksanakan di Indonesia tetapi hingga kini belum mendapatkan
perhatian serius.
Orientasi Pembelajaran Bahasa Arab
Tujuan pembelajaran bahasa Arab di
Indonesia telah dirumuskan sejak dekade 70-an yakni untuk memahami Alquran,
hadits, kitab-kitab/ buku-buku lainnya yang berbahasa Arab, agama dan
kebudayaan Islam. Di samping itu terdapat tujuan untuk digunakan sebagai alat
komunikasi, sebagai alat pembantu keahlian (supplementary), untuk membina ahli
bahasa Arab, dan sebagai alat pembantu teknik (vocational)(Chatibul Umam, dkk.,
1975 : 118-121).
Dalam peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 2 tahun
2008 disebutkan tujuan pembelajaran bahasa Arab sebagai berikut:
a. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab, baik lisan
maupun tulis, yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima’),
berbicara (kalam), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah).
b. Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa Arab sebagai salah satu
bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya dalam mengkaji
sumber-sumber ajaran Islam.
c. Mengembangkan pemahaman tentang saling
keterkaitan antara bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan
demikian, peserta didik diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan
melibatkan diri dalam keragaman budaya.
Tampak dari permenag di atas bahwa
orientasi pembelajaran bahasa Arab sangat ideal dan komprehensif tetapi sering
kali kenyataan di lapangan menunjukkan kenyataan yang bertolak belakang. Hal
ini karena pembelajaran bahasa Arab dihadapkan pada berbagai problematika mulai
dari problem kebahasaan hingga non-kebahasaan (Lihat uraian Aziz Fakhrurrozi
& Erta Mahyudin, 2012 : 5) yang bukan merupakan fokus tulisan ini.
Universitas Kanal Suez dan Pembelajaran Bahasa
Arab untuk Tujuan Khusus
Berdirinya
Universitas Kanal Suez tidak lepas dari upaya yang dilakukan mendiang Presiden
Muhammad Anwar Sadat yang pada 1975 meletakkan batu pertama pembangunannya di
atas tanah seluas 1300 hektar di daerah perbatasan Ismailiya. Setahun
setelahnya, diterbitkan UU nomor 93 tahun 1976 yang mengesahkan pendirian
Universitas Kanal Suez. Adapun fakultas yang ada pada saat pendirian yakni
fakultas Sains, fakultas Pertanian, fakultas Teknik, fakultas Teknologi, dan
fakultas Tarbiyah.
Saat ini
Universitas Kanal Suez telah memiliki dua kampus yang pertama di Ismailiyya
yang terdiri dari fakultas Kedokteran, Sains, Tarbiyah, Perdagangan, Sastra,
Teknik, Pertanian, Farmasi, Keperawatan, Kedokteran Gigi, Kedokteran Hewan,
Pariwisata dan Perhotelan, Teknologi Informatika, Perikanan. Sedangkan di Arisy
terdapat tiga fakultas yakni Tarbiyah, Pertanian, dan Pendidikan Olahraga.
Melihat begitu
pesatnya perkembangan Universitas Kanal Suez, tidak heran jika banyak pihak
yang mulai menjajaki kerjasama di bidang pendidikan termasuk Indonesia. Pada
tahun 2012, tepatnya tanggal 5 Februari, Pusat Studi Indonesia (PSI) diresmikan
dan dihadiri Dubes Indonesia untuk Mesir, Nurfaizi, dan Rektor Universitas Kanal
Suez, Mohammed Ahmed Mohammedein. Tujuan utama pendirian PSI adalah membekali
mahasiswa Universitas Kanal Suez tentang ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, dan keamanan Indonesia. Di samping itu, PSI juga diharapkan
menjadi embrio rencana kerjasama bidang akademik yang lebih luas seperti
program short course, beasiswa mahasiswa S-2 dan S-3, program double degree,
pelatihan bahasa Arab untuk dosen Indonesia, penelitian bersama, dan pertukaran
pelajar.
Ada hal menarik terkait pembelajaran bahasa Arab di Mesir. Selama ini, penulis membayangkan bahwa pembelajaran bahasa Arab di negara-negara Arab jauh
lebih baik dibandingkan di Negara-negara non-Arab. Pandangan penulis sangat beralasan karena beberapa buku pembelajaran bagi non-Arab
disusun dan diterbitkan oleh Negara-negara Arab, terutama Kerajaan Saudi
Arabia. Buku Al-Arabiyah Baina Yadaika dan Al-Arabiyyah Li an-Nasyiin
adalah dua buku yang hingga kini beredar luas di tengah-tengah lembaga
pendidikan Islam di Indonesia. Awalnya penulis menganggap hal ini lumrah karena adanya Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam
dan Arab (LIPIA) yang telah berdiri di Jakarta sejak 1980 silam. Lembaga
termasuk lembaga yang menyebar luaskan buku-buku tersebut. Namun demikian,
seakan ragam buku seperti itu tidak banyak mengalami perubahan atau revisi
bahkan terbitnya buku-buku lain mulai menimbulkan banyak tanya di dalam hati penulis. Sementara buku-buku pembelajaran bahasa Inggris semakin hari jumlahnya
semakin banyak.
Jawaban atas keresahan penulis itupun mulai muncul seiring dengan keberangkatan penulis dalam program ARFI[1]
2014. Saat menjejakkan kaki di Universitas Al-Azhar, ternyata memang tidak penulis temukan Jurusan atau Program studi Pendidikan Bahasa Arab, sebagaimana
yang kita temukan di Indonesia dengan adanya Jurusan Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Ada seorang kawan yang mencoba menjawab fenomena ini dengan menyamakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua di hamper seluruh wilayah di Indonesia.
Jawaban tersebut ada benarnya karena hamper seluruh suku bangsa di Indonesia
memang memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Namun demikian dalam beberapa
kasus hal ini tidak terjadi karena bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Jawa dan
bahasa Jawa memiliki jurusan tersendiri, seperi di Unnes, Semarang, ada jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa.
Saat mengunjungi Universitas Kanal Suez, pada 9 November 2014 lalu, penulis melihat ada banyak sekali mahasiswa asing yang belajar bahasa Arab di
universitas tersebut, termasuk mahasiswa Indonesia. Ada sekitar
150 mahasiswa dari Indonesia belajar di sini. Kebanyakan mereka mendalami Bahasa Arab. Di antara mereka ada yang sedang mengikuti daurah lughawiyah selama 4 bulan bagi mahasiswa
Indonesia. Peserta daurah berasal dari perguruan tinggi di bawah naungan
Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi, seperti Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Universitas
Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Universitas
Negeri Surakarta (UNS), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), dan Universitas
Negeri Jakarta (UNJ).
Yang menghentakkan adalah jumlah
mahasiswa Cina yang belajar bahasa Arab jumlahnya jauh di atas mahasiswa kita. Ditambah
lagi tujuan mereka belajar bahasa Arab sangat jauh berbeda dengan kita yang
senantiasa belajar bahasa Arab untuk tujuan keagamaan. Bagi mahasiswa Cina
bahasa Arab dipelajari sebagai bahasa komunikasi dan alat yang digunakan dalam
memajukan perdagangan mereka. Dengan kata lain mereka mempelajari bahasa Arab
untuk tujuan-tujuan khusus (Arabic for spesific purposes).
Pembelajaran bahasa Arab untuk
tujuan khusus (PBATK) dapat didefinisikan sebagai pendekatan pembelajaran
bahasa Arab yang setiap aspeknya didasarkan pada tujuan, materi ajar, dan
metode pembelajaran, yang mendorong seseorang mempelajari bahasa Arab. Beberapa
karakteristik yang harus ada dalam PBATK (a) merupakan program yang disiapkan
untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan tertentu pembelajar bahasa Arab, (b)
materi ajar terkait dengan bidang kerja, kegiatan, atau profesi tertentu, (c)
sebagai konsekuensi poin a dan b, maka seleksi variasi bahasa juga dipilih berdasarkan
kebutuhan dan bidang kerja tersebut, (d) biasanya difokuskan hanya pada
keterampilan tertentu, misalnya hanya keterampilan membaca atau hanya
keterampilan berbicara (Thu’aimah dan An-Naqah, 2006 : 223-224).
Dalam kasus mahasiswa Cina di atas
sebagian besar mereka tidak memiliki latar belakang Islam. Artinya motif
keagamaan bukanlah faktor utama yang mendorong mereka belajar bahasa Arab
sebagaimana yang terjadi pada hampir seluruh pembelajar bahasa Arab di
Indonesia atau mereka yang belajar bahasa Arab di Mesir yang berasal dari
Indonesia. Jumlah mereka yang belajar bahasa Arab ada 300 orang dan jumlah
tersebut melampaui jumlah mahasiswa Indonesia di Universitas Kanala Suez.
Sebagian besar di antara mereka telah mendapatkan pengetahuan dasar bahasa Arab
di negeri mereka. Bisa dikatakan bahwa keberadaan mereka di Mesir dalam rangka
mempelajari hal teknis bahasa Arab pada bidang tertentu baik perdagangan,
bisnis, ekonomi, pariwisata, diplomasi dan lain sebagainya. Dengan demikian silabusnya
didesain untuk tujuan-tujuan spesifik seperti membuat perjanjian dagang, bahasa
Arab untuk pebisnis dan lain sebagainya.
Penutup
Sepertinya, kita sebagai pengajar
bahasa Arab bagi non-Arab di Indonesia sudah harus beranjak dari tujuan-tujuan
pembelajaran bahasa Arab tradisional yang hanya berkutat pada aspek keagamaan
tetapi juga pada aspek-aspek lain yang fungsional. Tidak heran jika investasi konglemerat Arab di Indonesia sangat sedikit
jika dibandingkan dengan Negara jiran, Malaysia. Sangat mungkin karena saat ini
Malaysia lebih giat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan di
Mesir. Bahkan konon jika pihak Malaysia menjalin kerjasama dengan Mesir dalam
pembelajaran bahasa Arab, mereka bahkan sampai bisa membuka kelas khusus dengan
pendanaan 100 % dari pihak Malaysia.
Meskipun kurikulum bahasa Arab di Indonesia sudah sejak beberapa tahun
yang lalu mulai menekankan aspek komunikatif, tetapi dalam pelaksanaannya di
lapangan banyak kendala-kendala yang dihadapi. Sementara aspek komunikatif
dapat dikembangkan pada lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki lingkungan
berbahasa Arab, seperti asrama atau pondok. Dalam era teknologi saat ini
penggunaan multi media juga dapat dijadikan alternative utama, penggunaan
parabola, DVD pembelajaran bahasa Arab, dan pengoptimalisasian laboratorium
bahasa. Kita dengan keterbatasan yang ada tetap memiliki peluang karena jumlah
lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Arab sangat banyak. Yang perlu
dilakukan adalah menggeser sedikit orientasi pembelajaran bahasa Arab di
perguruan Tinggi, dan ini adalah tugas PTKI, untuk focus pada pembelajaran
bahasa Arab untuk tujuan khusus seperti diplomasi, keperawatan, perdagangan,
ketenagakerjaan, kedokteran dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Fakhrurrozi, Aziz dan Erta
Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementrian Agama, 2002
Peraturan
Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008, kemenag.go.id/file/.../02LAMPIRANPERMENAG.pdf, diunduh pada 25-03-2014
Thu’aimah, Rusydi
Ahmad dan Mahmud Kamil An-Naqah, Ta’lim Al-Lugah Al-‘Arabiyyah Ittishaliyyan: Baina
Al-Manahij wa Al-Istiratijiyyat, ISESCO, 2006
Umam, Chatibul,
Ahmad Basyar, Muchtar Latif, A. Akrom Malibary, HM. Salim Fachri, Pedoman
Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Jakarta: Proyek
Pengembangan Sistim Pendidikan Agama Departemen Agama RI, [1975]
[1]
ARFI : Academic Recharging for Islamic Higher Education, merupakan
program unggulan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Dirjen Pendis Kementrian
Agama RI yang tahun ini dilaksanakan 1-30 Nopember 2014 di tiga negara yakni
Mesir, Austria, dan Jerman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar