Selasa, 11 April 2017

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN BAHAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN ISTIMA’ BAHASA ARAB



KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN BAHAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN ISTIMA’ BAHASA ARAB
Oleh: Fuad Munajat

Pendahuluan
Istima’ merupakan salah satu kemahiran bahasa yang seharusnya diberi perhatian, baik oleh pengajar maupun pembelajar bahasa Arab, di samping kemahiran-kemahiran lainnya seperti kalam, qiraah, dan kitabah. Sayangnya, kemahiran istima’ belum mendapat perhatian yang layak terlebih dengan adanya asumsi yang kerap diyakini dalam pembelajaran bahasa asing, termasuk bahasa Arab, bahwa istima’ merupakan kemampuan reseptif dan bukan kemampuan produktif. Asumsi tersebut pada akhirnya menyudutkan pembelajaran istima’ dan mendudukannya sebagai kemahiran “kelas dua”.
Asumsi di atas dipertegas dengan adanya kenyataan nilai ujian istima’ (listening) dalam berbagai ujian atau tes kemahiran bahasa asing selalu menempati urutan terbawah. Sebenarnya, nilai terendah tersebut tidak saja berlaku bagi istima’ bahasa Arab tetapi juga berlaku bagi bahasa asing lain seperti bahasa Inggris. Dengan demikian persoalan yang muncul bukan saja disebabkan sulitnya materi bahasa Arab tetapi bisa jadi penyajian materi istima yang belum maksimal.
Tulisan ini mencoba mengutarakan salah satu usulan penyajian varian bahan ajar istima’ yang hingga kini masih menjadi perbincangan hangat di kalangan pegiat pembelajaran bahasa asing. Varian tersebut tidak lain adalah bahan otentik atau authentic materials dalam pembelajaran istima’ bahasa Arab.
Audio Authentic Materials vs Created Materials
Hingga kini perdebatan di sekitar keefektifan penggunaan bahan otentik dalam pembelajaran istima’ masih mengundang perdebatan sengit di antara pengajar, pendidik, atau pun peneliti pembelajaran bahasa asing. Namun demikian sebelum lebih jauh diungkap mengenai perbedaan pandangan para ahli terkait penggunaan bahan otentik dalam pembelajaran istima’, ada baiknya batasan atau definisi mengenai bahan otentik diketengahkan.
Beberapa ahli berbeda pandangan mengenai istilah bahan otentik. Di antaranya definisi yang dikemukakan Richards (2001: 252) “Authentic materials refer to use in teaching of texts, photographs, video selections, and other teaching resources that not specially prepared for pedagogigal purposes”, (bahan otentik mengacu pada penggunaan teks-teks, foto, seleksi video, dan sumber belajar lainnya yang tidak secara khusus disiapkan untuk tujuan pembelajaran).”
Dalam redaksi yang lebih ringkas, Bacon dan Finnemann, menyatakan “Authentic materials are materials produced by and for native speakers of target language”, (bahan otentik merupakan bahan yang diproduksi oleh dan untuk penutur asli bahasa target (dalam Sabet dan Mahsefat, 2012: 218). Dalam pembelajaran bahasa Arab, dengan demikian, bahan ajar dimaksud dibuat oleh dan untuk orang Arab.
Di sisi lain, bahan non-otentik memiliki beberapa istilah antara lain created materials, manipulated materials, atau simulated materials. Semua label itu mengacu pada bahan ajar yang sengaja dibuat untuk kepentingan pembelajaran bahasa asing.
Terkait bahan ajar istima’ bahasa Arab, baik bahan otentik maupun bahan non-otentik, kedua-duanya digunakan dalam pembelajaran bahasa. Namun demikian penggunaan bahan non-otentik masih mendominasi pembelajaran bahasa Arab. Ini dibuktikan dengan penggunaan buku-buku dan suplemen istima’ bahasa Arab dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia.
Dalam tulisan terdahulu[1], penulis telah menjelaskan beberapa bahan ajar bahasa Arab yang memuat kedua ciri baik bahan otentik maupun bahan non-otentik. Pada tulisan kali ini penulis memokuskan perhatian pada sejauh mana keefektifan bahan istima’ otentik dalam pembelajaran istima’.
Keefektifan Bahan Otentik
Penggunaan bahan otentik dalam pembelajaran istima’ bahasa Arab mendapat berbagai respons dari kalangan pembelajar. Di antara mereka ada beberapa pembelajar yang merasa senang dengan penggunaan bahan otentik dengan alasan bahwa bahan otentik yang disajikan merupakan bahasa real yang digunakan orang Arab ketika berkomunikasi. Jumlah mereka yang menyambut positif penggunaan bahan otentik tidak banyak karena umumnya mereka merupakan bagian minoritas pembelajar yang telah sampai pada level advance dalam belajar bahasa Arab.
Sebagian besar pembelajar menilai bahan otentik terlalu sulit karena cepatnya ucapan penutur asli dalam kondisi nyata. Mereka menilai jika kecepatan ucapan dapat dilambatkan maka sangat mungkin bahan ini dapat dipahami. Tentu saja pandangan ini sesuai dengan pandangan Krashen tentang input terpahamkan (comprehensible input) yang menurutnya
is an example of second type of listening materials, also called “simulated authentic input”. It tends to consist of a simplified code, characterized by slower, more careful articulation, the more frequent use of known vocabulary items, and attempts to ensure comprehension via restatements, paraphrases, and the use of gestures and other nonverbal aids to understanding (Omaggio, 1986: 130). (Input terpahamkan merupakan sebuah contoh tipe kedua bahan istima’, yang juga disebut input otentik yang disimulasikan. Tipe ini biasanya terdiri dari bahasa yang disederhanakan, ditandai dengan artikulasi yang lebih pelan dan hati-hati, penggunaan kosakata yang lebih dikenal. Di samping itu, tampak adanya upaya menjamin pemahaman dengan pengungkapan kembali, parafrasa, penggunaan gestur dan alat-alat non-verbal lainnya untuk pemahaman).

Dalam hal ini perlu dipahami bahwa kesulitan memahami bahan otentik tidak melulu disebabkan kecepatan ucapan penutur asli. Sebab lain juga dapat menjadi faktor yang menghalangi pembelajar istima’ bahasa Arab seperti kurangnya pemajanan (ekspose) bahan otentik bahasa Arab, pemilihan tema istima’ yang jauh dari kebutuhan dan minat pembelajar, serta gradasi bahan ajar otentik.
Beberapa sesi pembelajaran istima’ mengkonfirmasi adanya faktor-faktor tersebut. Pada saat materi ajar membincangkan tentang tema keagamaan, misalnya, pembelajar mampu memahami bahan ajar otentik meski ucapan penutur asli cukup cepat. Tema-tema keagamaan tersebut disajikan dengan berbagai variasi antara lain monolog, dialog non-interaktif, dan dialog interaktif. Kesemua variasi tersebut disimak pembelajar dengan baik dan mereka mampu menangkap informasi umum yang terkandung dalam teks keagamaan tersebut.
Lain halnya dengan tema di luar keagamaan, seperti tema sejarah, olahraga, politik, pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya. Tema-tema tersebut dipahami secara beragam oleh pembelajar sesuai dengan minat mereka. Jika di antara mereka memiliki minat di bidang sepak bola, misalnya, mereka cenderung mampu memahami tema tersebut. Demikian halnya dengan tema-tema non-keagamaan lainnya yang dipahami secara beragam oleh pembelajar sesuai dengan minat mereka masing-masing.
Terkait dengan gradasi bahan ajar istima’, ada kecenderungan pembelajar memahami bahan ajar non-otentik terlebih dahulu dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ini bisa dipahami mengingat keterbiasaan pembelajar dalam menyimak bahan ajar istima’ membutuhkan aklimatisasi (pembiasaan) dan bahan ajar non-otentik secara lahiriah memang didesain untuk kebutuhan tersebut.
Namun demikian, hal itu tidak berarti bahan otentik selalu disajikan belakangan ketimbang bahan non-otentik. Bahan otentik dengan pemilihan (seleksi) bahan yang cermat dapat ditempatkan di awal pembelajaran bahasa asing  bahkan pada level pemula sekalipun. Hal ini sebagaimana kajian-kajian tentang penggunaan bahan otentik dalam pembelajaran bahasa asing. Seperti kajian Matthew Peacock (1997) yang menyimpulkan adanya peningkatan signifikan pada perilaku dan motivasi teramati saat bahan otentik digunakan.
Berdasarkan dua keterangan di atas terkait gradasi bahan ajar otentik, penulis mengusulkan penggunaan bahan otentik istima’ bahasa Arab dapat dilakukan secara bergantian melihat pada kesiapan pembelajar. Pada beberapa kelas tertentu yang kesiapan menerima pemajanan tergolong tinggi, maka bahan otentik dapat dipajankan terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan bahan non-otentik. Sebaliknya, pada kelas yang tingkat kesiapannya rendah maka bahan non-otentik seharusnya disajikan terlebih dahulu. Dengan kata lain, penyajiannya tidak dilihat secara hirarkis, bahan non-otentik terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan bahan otentik. Penting dicatat bahwa kedua varian bahan ini bisa bersifat komplementer di mana pada umumnya bahan otentik diletakkan sebagai suplemen dari bahan ajar non-otentik.
Sudah saatnya bahan otentik tidak lagi dilihat sebagai suplemen yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap jenis bahan ajar ini. Bahan otentik, jika digunakan secara cermat dapat menumbuhkan motivasi dalam belajar bahasa Arab karena bahan ajar seperti ini merupakan bahan ajar yang real dan dihadapi dalam kehidupan orang Arab sehari-hari. Sebagaimana ungkapan Bacon dan Finnemann (2012: 218) bahwa bahasa jenis ini merupakan bahasa yang diproduksi oleh dan untuk penutur aslinya. Oleh karena itu, bahasa jenis ini lebih berterima dengan kebutuhan komunikasi pembelajar dalam konteks komunikasi sehari-hari.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan singkat di atas, penulis menggarisbawahi beberapa hal. Pertama, keberadaan bahan otentik istima’ baik dalam bentuk rekaman kaset, video, atau bentuk lainnya memiliki signifikansi terutama dalam menambah khazanah bahan ajar istima’ bahasa Arab. Kedua, keberhasilan penggunaan bahan istima’ otentik juga ditentukan variabel lain seperti tema yang disajikan, kecepatan suara penutur, dan gradasi bahan ajar istima’ otentik. Ketiga, perlu upaya pengarusutamaan penggunaan bahan otentik dan pergeseran paradigma dalam memandangnya dari hanya sekedar “suplemen” menjadi “bagian inti” pembelajaran bahasa itu sendiri.

Referensi
Munajat, Fuad, “Input Bahasa Dalam Pembelajaran Maharatul Kalam,” Vernacular, Vol. III, 2013
Omaggio, Alice C., Teaching Language in Context: Proficiency-Oriented Instruction, Heinle & Heinle Publishers, Inc., Boston, Massachusetts, USA, 1986
Peacock, Matthew, “The Effect of Authentic Materials on The Motivation of EFL Learners”, ELT Journal, Vol. 51, No. 2, Oxford University Press, 1997
Richards, Jack C., Curriculum Development in Language Teaching, (Cambridge University Press, 2001)
Sabet, Masoud Khalili & Hamed Mahsefat, “The Impact of Authentic Listening Materials on Elementary EFL Learners’ Listening Skills”, International Journal of Applied Linguistics & English Literature, Vol. 1, No. 4, 2012




[1] Lihat tulisan penulis “Input Bahasa Dalam Pembelajaran Maharatul Kalam”, Vernacular edisi sebelumnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar