Selasa, 11 April 2017

WAJAH PENDEKATAN BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB



WAJAH PENDEKATAN BEHAVIORISME
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Oleh : Fuad Munajat

Pengantar
Tanpa disadari, dalam proses belajar mengajar bahasa Arab, seorang guru melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran berdasarkan pendekatan tertentu. Pendekatan dimaksud berupa asumsi-asumsi dasar yang diyakini kebenarannya dapat mengantarkan peserta didik menuju kesuksesan dalam belajar. Dalam kenyataan, para ahli psikologi pendidikan telah menyepakati peran penting faktor eksternal maupun internal dalam keberhasilan belajar siswa. Namun demikian terdapat penekanan berbeda di antara mereka terkait faktor mana yang lebih dominan. Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa faktor eksternal seperti lingkungan, guru, buku ajar, metode pembelajaran yang menjadi penentu keberhasilan. Hal ini didasarkan pandangan utama mereka bahwa hal-hal tersebutlah yang menjadi stimulus dalam proses belajar siswa. Pada sisi lain, para ahli menyatakan bahwa faktor siswalah yang berperan aktif dalam mewujudkan keberhasilan belajarnya. Hal ini terkait motivasi, minat, dan kesiapan belajar yang dimiliki siswa.
Tulisan ini menyoroti salah satu pendekatan paling lazim yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Arab yakni pendekatan behaviorisme yang namanya mulai redup terhempas pendekatan kognitivisme tetapi masih menjadi “primadona” bagi penerapan pembelajaran bahasa Arab di seluruh dunia. Pada bagian berikutnya akan disampaikan beberapa hal terkait pendekatan behaviorisme mulai sejarah pertumbuhannya, pandangan-pandangan utamanya, dan implementasinya dalam pembelajaran bahasa Arab khususnya di Indonesia.
Awal mula pendekatan behaviorisme
Pendekatan behaviorisme lebih sering dikaitkan dengan aliran Psikologi yang menekankan pentingnya aspek perilaku teramati. Awal kemunculannya ditandai dengan percobaan yang dilakukan Pavlop terhadap perilaku hewan (anjing) yang diberi stimulus berupa makanan (stimulus primer) dan sinar lampu atau bunyi bel (stimulus sekunder). Kedua stimulus tersebut diberikan secara bersamaan pada anjing yang ditempatkan pada kerangkeng. Dengan berjalannya waktu, sang anjing terkondisikan dengan sinar lampu (stimulus) dan bereaksi sebagaimana jika stimulus primer diberikan. Respons yang terlihat berupa keluarnya liur anjing bahkan jika stimulus primer tidak diberikan.
Percobaan lain dilakukan Skinner yang memodifikasi percobaan dengan memberikan aspek reinforcement (penguatan) terhadap perilaku tikus yang mencoba (trial and error) menggerakan dua tungkai yang masing-masing terhubung dengan bedak gatal dan keju. Tiap kali sang tikus mengenai tungkai yang terhubung dengan bedak gatal, tikus bereaksi. Demikian halnya ketika ia mengenai tungkai yang terkait dengan keju. Lama kelamaan tikus mampu membedakan antara dua tungkai tersebut dan pada akhirnya hanya mengenai tungkai pembawa keju.
Dua percobaan tersebut setidaknya menjadi tonggak utama yang memberikan inspirasi bagi kaum behavioris dalam memandang pembelajaran, termasuk pembelajaran bahasa. Berkolaborasi dengan para linguis structural, seperti Ferdinand de Saussure, bapak Linguistik modern, dan Bloomfield, begawan linguis Amerika menjadi pendukung utama aliran tersebut. Dengannya, kaum behavioris mengembangkan pemikiran-pemikiran pembelajaran bahasa yang sesuai dengan orientasi utama mereka bahwa factor eksternal menjadi penentu utama dalam keberhasilan belajar siswa.
Pandangan utama kaum behavioris
Dalam perkembangannya, pendekatan behavioristic menyentuh berbagai aspek pengetahuan, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Abdul Majid Arabiy (1981 : 11) mengungkapkan bahwa pendekatan behaviorisme menekankan Classical Conditioning dan pengenaan Law Effect sebagai perhatian utama. Di samping itu, factor-faktor eksternal dan penguasaan terhadap lingkungan pembelajaran sebagai sarana dalam mewujudkan respons yang diinginkan. Berdasarkan percobaan-percobaan yang dilakukan, mereka menggarisbawahi tahapan-tahapan pembelajaran dalam pendekatan behavioristic antara lain:
1. trial and error
2. mengingat-ingat
3. menirukan
4. mengasosiasi
5. menganalogi (Pranowo, 2014 : 30)
Lebih jauh diungkapkan bahwa pemajanan-pemajanan (drills) dan latihan menjadi bentuk kegiatan utama dalam pembelajaran dengan pendekatan ini. Dalam istilah Abdul Majid disebutkan 3 serangkai yang harus ada dalam pembelajaran behavioristic yakni pengulangan (الترديد), peniruan (المحاكاة), dan penghafalan (الحفظ) yang sekaligus menandai ciri utama pembelajaran berdasarkan pendekatan tersebut.
Tampak jelas bahwa perhatian kaum behavioris sangat tertuju pada aspek formal bahasa dan sejalan dengan kaum strukturalis karena bagi mereka hanya aspek formallah yang dapat diteliti secara ilmiah. Adapun aspek konsep dan makna, menurut mereka, sulit diperlakukan demikian karena tidak terindra dan tidak jelas. Bagi mereka pemahaman makna bukan tidak penting tetapi tahapan ini dapat dicapai pembelajar manakala mereka telah menguasai berbagai bentuk formal bahasa.
Dengan demikian kaum behavioris percaya bahwa proses belajar didasarkan atas pemerolehan pengalaman-pengalaman dari lingkungan yang melingkupi si pembelajar dan mereka tidak terlalu perhatian terhadap aspek bawaan (innate) pembelajar, motivasi, minat, kesiapan, dan kemampuannya. Mereka meletakkan seluruh beban keberhasilan pembelajar di pundak guru.
Implementasi pendekatan behaviorisme dalam pembelajaran bahasa Arab
Sebagaimana disebutkan pada bagian pendahuluan bahwa pada dasarnya guru bahasa Arab, secara sadar ataupun tidak, telah menerapkan pendekatan behaviorisme dalam proses pembelajaran bahasa Arab. Hal ini dapat dilihat dalam praktik-praktik pembelajaran di ruang-ruang kelas. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh praktik demikian sesungguhnya berhulu pada perencanaan pembelajaran bahasa Arab yang tercermin dalam perencanaan buku ajarnya.
Di berbagai buku ajar bahasa Arab, terutama pada jenis pendidikan formal, ditemukan jejak-jejak pendekatan behaviorisme. Bahkan buku-buku pembelajaran bahasa Arab yang memiliki tingkat penyebaran internasional tidak luput dari pendekatan behaviorisme. Dalam Al-Arabiyyah baina Yadaika ditemukan ciri-ciri tersebut sebagai berikut:
Pada gambar di atas tampak prinsip pengulangan (الترديد) sebagaimana tampak pada subjudul perintah انظر واستمع وأعد (lihat, simak, dan ulangilah!).
Di buku pembelajaran bahasa Arab yang diterbitkan Kemenag untuk siswa kelas 7 MTs dicantumkan insert berikut ini:
Tampak jelas bahwa secara terang-terangan perintah buku tersebut adalah menghafal (الحفظ). Perintah ini diletakkan pada bagian awal pelajaran hal mana memberikan kesan bahwa penghafalan kosakata adalah dasar dari penguasaan materi dan keterampilan bahasa Arab yang lainnya.
Masih di buku yang sama juga ditemukan prinsip lainnya yakni menirukan (المحاكاة). Hal ini sebagaimana pada bagian hiwar berikut ini:
Peniruan semacam ini lazim digunakan sebagai upaya internalisasi bahasa sehingga tertanam di dalam bawah sadar siswa. Tidak jarang disebabkan sifat peniruan dan sekaligus penghafalan tanpa dibarengi daya kritis maka yang timbul adalah otomatisasi jawaban siswa manakala ditanya. Sebagai contoh, siswa yang ditanya كيف حالك؟ (Bagaimana kabarmu?), dengan spontan akan menjawab إني بخير والحمد لله (saya dalam kondisi baik), meskipun kondisinya sedang sakit.
Penutup
Demikianlah uraian mengenai pendekatan behaviorisme dalam pembelajaran bahasa Arab. Pendekatan behaviorisme sangat kuat menancapkan pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa Arab tidak saja di Indonesia tetapi juga di berbagai belahan dunia.
Sebagai kata akhir disampaikan beberapa benang merah sebagai berikut. 1) Pendekatan behaviorisme merupakan pendekatan yang lebih menaruh perhatian pada factor eksternal dalam pembelajaran bahasa seperti buku, guru, metode dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pendekatan tersebut tidak memprioritaskan factor si pembelajar seperti motivasi, minat, dan kesiapannya. 2) secara prinsip, pendekatan behaviorisme diwujudkan dalam 3 serangkai pengulangan, peniruan , dan penghafalan.
Daftar Pustaka
Abd Rahman bin Ibrahim al-Fauzan, Mukhtar at-Tahir Utsman, Muhammad Abd Kholiq Muhammad Fadl, Al-Arabiyyah Baina Yadaika, Kitab at-Talib, al-Mujallad al-Awwal, Riyadh : Al-Arabiyyah li al-Jami’, 1424 H
Pranowo, Teori Belajar Bahasa: Untuk Guru Bahasa dan Mahasiswa urusan Bahasa, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2014.
Shalah Abdul Majid al-Arabiy, Ta’allum al-Lugat al-Hayyat wa Ta’limuha: Bain an-Nadzariyyah wa at-Tatbiq, Beirut : Maktabat Lubnan, 1981

Tidak ada komentar:

Posting Komentar