INPUT BAHASA DALAM PEMBELAJARAN MAHARATUL
KALAM
OLEH : FUAD MUNAJAT
Mukadimah
Kajian-kajian mutakhir
telah merilis hasil penelitian terkait pembelajaran bahasa bahwasanya seorang
murid di beberapa negara menghabiskan waktu sebanyak 30 % untuk berbicara, 16 %
untuk membaca, 9 % untuk menulis dan 45
% untuk menyimak (Muhammad Atha, 1997: 305) . Jika ditilik secara seksama hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikatif dalam kaitan ini berbicara
dan menyimak mewakili 75 % dari keseluruhan waktu belajar bahasa murid.
Hal lain yang dapat disimpulkan dari hasil kajian di atas adalah komponen
menyimak justru merupakan komponen terbesar yang menguras waktu siswa ketika
belajar bahasa.
Komponen
menyimak_di samping membaca_ dapat
disejajarkan dengan input bahasa dalam proses pembelajaran bahasa baik
pembelajaran bahasa ibu, bahasa kedua, maupun bahasa asing. Seorang anak kecil
yang belum dapat bicara hingga usia tertentu dapat ditelusuri kemungkinan
adanya gangguan dalam indra pendengarannya.
Tidak mengherankan bila muncul adagium “mustahil seseorang berbicara
tanpa didahului penyimakan”. Dengan demikian hubungan antara menyimak dengan
berbicara dapat disamakan dengan hubungan antara input bahasa dan outputnya.
Proses
komunikasi juga menunjukkan kenyataan bahwa dalam berdialog seseorang dapat
berperan sebagai pembicara pada suatu waktu dan pada saat lain dia berperan
sebagai penyimak. Dalam hal ini berlaku rotasi peran dari pembicara ke penyimak
dalam hitungan detik. Dengan demikian seseorang dalam situasi dialog dapat
berperan baik pembicara maupun penyimak pada saat yang bersamaan. Hal ini bila
dilihat dari sudut pandang pembelajaran akan membawa implikasi signifikan
terkait pembelajaran salah satu komponen. Sebagai contoh, dalam pembelajaran
berbicara bahasa Arab (Maharotul Kalam) peran materi simakan menjadi penting
karena hal tersebut merupakan input bahasa bagi siswa.
Tulisan ini
ditujukan untuk mengeksplorasi peran input bahasa dalam pembelajaran berbicara
bahasa Arab. Dalam hal ini diketengahkan dua tipe utama input bahasa
yang telah digunakan dalam pembelajaran bahasa.
Input Bahasa Arab
Fokus tulisan
ini adalah peran input bahasa dalam pembelajaran bahasa Arab. Input dalam
pembelajaran bahasa diartikan sebagai “language which a learner hears or
receives and from which he or she can learn” dan sebagai lawannya dikenal
istilah output “the language a learner produces” (Richards dan Schmidt,
2002: 261). Dengan kalimat lain input bahasa adalah bahasa yang didengar atau
diterima seorang pembelajar yang darinya dia dapat belajar (bahasa). Sedangkan
output diartikan sebagai bahasa yang diproduksi oleh pembelajar.
Input bahasa
dapat dikategorikan lebih jauh menjadi dua, input bahasa otentik dan input
bahasa buatan (non-otentik). Input bahasa otentik dalam pembelajaran mewujud
pada bahan otentik/materi otentik. Sebuah bahan pembelajaran yang diambil dari
kehidupan nyata yang pada mulanya tidak dimaksudkan untuk pembelajaran bahasa
(Peacock, 1997: 146). Adapun bahan buatan dapat diartikan sebagai bahan
pembelajaran yang sedari awal disusun, dibuat, atau dikreasi sebagai sarana
penyampaian materi pembelajaran. Omaggio (1986: 128) lebih jauh
mengkategorisasi bahan ajar menjadi unmodified authentic discourse dan simulated
authentic discourse bagi input bahasa otentik di samping created
materials sebagai konsep sebaliknya.
Bila ditilik
lebih jauh dapat dikatakan semua bahan pelajaran bahasa yang beredar di lembaga
pendidikan merupakan kategori kedua atau bahan buatan yang sengaja dikreasi
untuk tujuan pembelajaran bahasa. Hal ini bisa dimaklumi mengingat bahan jenis
ini dapat memenuhi sedikit banyak harapan pengajar dan pembelajar bahasa
terutama dalam pembelajaran bahasa asing termasuk bahasa Arab di Indonesia.
Beberapa buku
bahasa Arab yang kerap digunakan dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia
seperti Al-‘Arabiyyah Baina Yadaika karangan Abdurrahman Bin Ibrahim
al-Fauzan dkk (Cet. 3, 2007) dan Al-Arabiyyah Li an-Nasyiin karangan
Mahmud Ismail Shini dkk (Cet. 1, 1983) merupakan buku-buku pembelajaran bahasa
Arab bagi non-Arab yang didasarkan pada konsep input bahasa berupa Created
Materials, bahan non-otentik. Jika diperhatikan lebih jauh aspek
komunikatif bahasa (Istima dan Kalam) disusun berdasarkan prakiraan tema-tema
yang banyak ditemukan siswa pada latar sebenarnya. Namun demikian penyajian
bahannya masih menekankan bahan non-otentik dibuktikan dengan sistematisasi
yang disusun berdasarkan kebutuhan gradasi pembelajaran siswa non-Arab.
Tidak pelak
siswa atau pembelajar bahasa Arab yang telah menggunakan kedua buku tersebut
tanpa ditopang dengan prasyarat pembelajarannya kerap merasakan kesulitan
berkomunikasi bahasa Arab atau sekedar memahami ungkapan bahasa Arab yang
mereka temui dalam kondisi real atau senyatanya. Mereka tetap tidak dapat
memahami ungkapan penutur asli, siaran berita, film, atau ungkapan-ungkapan
lain yang muncul dalam komunikasi keseharian. Tentu saja banyak faktor dapat
dirunut untuk menelusuri sebab langsung ketidakmampuan tersebut. Salah satunya
tentu saja aspek input bahasa yang minim diberikan dalam seting alamiah.
Antara Input Bahasa dan Maharotul Kalam
Jika pada
bagian sebelum ini dipaparkan secara singkat mengenai input bahasa maka pada
bagian ini disorot kaitan antara input bahasa dengan maharotul kalam. Maharotul
Kalam atau keterampilan berbicara merupakan keterampilan bahasa yang paling
menonjol dan dapat dilihat penampilannya dalam keseluruhan aspek komunikasi
bahasa. Seseorang akan dianggap menguasai bahasa tertentu jika ia mampu
berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain dengan bahasa target.
Pada dasarnya
maharotul kalam dapat dikategorisasi menjadi dua yakni pronounsiasi (an-Nuthqu) dan ekspresi (al-hadits/at-ta’bir)
(Al-Arabi, 1981: 138). Pronounsiasi diartikan sebagai pelafalan bunyi bahasa Arab dari satuan
terkecil berupa fonem hingga
kata-kata dalam rangkaian kalimat. Adapun ekspresi merupakan tujuan akhir dari
keterampilan kalam. Fakhrurrozi dan Mahyudin (2012: 329) menyebut ada tiga
kemampuan dasar maharotul kalam 1) kemampuan untuk membunyikan bunyi-bunyi
bahasa Arab dengan tepat, 2) kemampuan bercakap-cakap, 3) kemampuan berbicara
utuk mengungkapkan ide atau pemikiran secara lisan.
Ketiga
kemampuan dasar maharotul kalam tersebut hanya dapat diperoleh atau diakuisisi
pembelajar jika mendapat input bahasa yang baik. Dalam hal ini ketepatan bunyi
bahasa hanya dapat diperoleh jika siswa menyimak bunyi bahasa Arab yang benar.
Hal ini sebenarnya telah diantisipasi penyusun buku-buku pembelajaran bahasa
Arab bagi non-Arab dengan menyediakan rekaman baik berupa kaset, CD, atau alat
audio, audio-visual sebagai suplemen dari buku induk yang mereka susun.
Buku Al-‘Arabiyyah
Baina Yadaika dan Al-Arabiyyah Li an-Nasyiin masing-masing
dilengkapi dengan kaset dan CD yang dapat memberi panduan dan contoh bagaimana
penutur Arab mengucapkan bunyi bahasa Arab. Namun demikian kedua buku tersebut
dilihat dari cakupan bahasannya dapat dinilai sebagai buku yang ‘memuat segala’
sehingga tidak memokuskan perhatian pada maharotul kalam dan maharotul
istima’. Terlebih jika dilihat dari kategori jenis input bahasa maka dapat
dipastikan seluruh materinya merupakan input bahasa buatan (created
materials) yang seringkali belum berterima dengan kebutuhan nyata siswa
dalam komunikasi senyatanya.
Ada satu buku
yang cukup mengakomodasi input otentik di dalamnya yakni buku Fahmul Masmuu’
yang memuat penyajian siaran berita (al-Akhbaar)(Abdul Aziz & Sulaiman,
1988: 135). Namun demikian perhatian terhadap jenis input bahasa otentik
tersebut belum begitu mendapat tempat dalam keseluruhan buku-buku pembelajaran
bahasa Arab di Indonesia.
Perbedaan
jenis input bahasa ini pada gilirannya berimplikasi pada performa pembelajar
terutama dalam berkomunikasi. Masih sering dijumpai pembelajar mengucapkan
kalimat-kalimat yang sepertinya diucapkan secara otomatis akibat pemajanan
kata-kata atau kalimat tanpa memiliki alternatif ungkapan yang sebenarnya lebih
tepat. Sebagai contoh, jika pembelajar ditanya “Kaifa haaluka?” Mereka
cenderung menjawab dengan spontan “Innii bi khoir wal hamdulillah”
bagaimana pun kondisi mereka baik mereka dalam kondisi sehat atau pun dalam
kondisi sedang sakit.
Contoh lain
adalah dalam menjawab mitra tutur yang menyatakan terima kasih “syukran”,
mereka cenderung memiliki satu jawaban yakni ‘afwan’. Padahal dalam
kenyataan orang Arab dapat menjawab dengan beberapa ungkapan antara lain dengan
kata “syukran” lagi, atau dengan ungkapan “la syukra ‘ala wajib”.
Dalam membuka
pembicaraan atau menyapa, para siswa cenderung berputar-putar pada ungkapan
salam, “ahlan wa sahlan”, “kaifa haluka” dan ungkapan-ungkapan
yang biasa didrill-kan kepada mereka. Dalam situasi nyata sering dijumpai ungkapan
semakna dalam bentuk “As’adallahu wa saddada khuthakum”[1],
atau ketika menyapa di pagi hari tidak menggunakan ungkapan klise “shabahul
khair” tetapi “as’adallahu shabahakum”[2].
Cara Mengatasi Problematika Minimnya Input Bahasa Otentik
Beberapa buku terbitan terbaru sudah mulai mempedulikan aspek-aspek
otentik bahasa dengan memasukkan aspek budaya bahkan dialek Arab (Amiyah).
Namun demikian agaknya penerbitan buku-buku seperti ini belum dilengkapi
suplemen audio yang memuat input bahasa otentik.
Kekurangan ini
dapat dipenuhi dengan penyajian input otentik yang dapat diperoleh melalui
situs-situs internet yang saat ini sangat mudah didapat. Misalkan melalui situs
you tube para guru atau pengajar dapat mengunduhnya dengan relatif mudah
karena kapasitas file-nya kecil dan mudah diakses. Di antara tautan (link)
belajar bahasa Arab (fusha) yang dapat diunduh antara lain kajian-kajian
kebahasaan Ahmad al-‘Asyri al-Jamal, Ahmad Mansur, Abdullah Ridla al-Sayyid,
dan Syaik Ali Shalih. Anda dapat
mengetik nama-nama tersebut setelah masuk halaman you tube video.
Cara lain
dapat ditempuh dengan merekam siaran kanal TV Timur Tengah dengan menggunakan
receiver parabola HD yang mudah dijumpai dengan harga terjangkau. Atau dengan
menggunakan situs-situs non-Youtube yang banyak menyediakan pembelajaran bahasa
Arab dan rekaman tuturan bahasa Arab. Terlebih siaran-siaran TV Timur Tengah
juga dapat dilihat secara real-time melalui live streaming di
masing-masing situs resmi TV tersebut. Sebagai contoh, jika anda ingin menonton siaran TV Al-Jazeera Arabic
anda dapat mengetik alamat www.aljazeera.net.
Dengan kalimat
lain sinyalemen Saefullah Kamalie (2008: 381) bahwa “kullu syai’in majjanan
fi syabakat al-internet”, semua gratis di internet, menjadi hal yang patut
dipertimbangkan.
Kesimpulan
Input bahasa
memainkan peran penting dalam menyediakan bahan utama siswa dalam
berkomunikasi. Input bahasa secara sederhana dapat dikategorisasi menjadi dua
yakni input bahasa otentik dan input bahasa buatan. Sebagian besar bahan ajar
bahasa Arab di Indonesia masih menggunakan input bahasa buatan dalam menyajikan bahan ajar. Hal ini
pada gilirannya berdampak pada terjadinya jarak antara bahasa target yang
diajarkan dengan kondisi real bahasa yang digunakan penutur asli.
Penyajian
input bahasa otentik dapat memberi manfaat bagi siswa terutama dalam
meningkatkan motivasi belajar bahasa asing. Hal ini karena mereka langsung
berhadapan dengan input yang asli, input yang juga dihadapi penutur asli dalam
kehidupan keseharian mereka. Dengan input bahasa otentik_yang penyajiannya
dapat diatur sedemikian rupa oleh pengajar bahasa Arab_siswa dibawa ke
tengah-tengah penutur asli bahasa target tanpa harus meninggalkan ruang kelas
mereka. Pengoptimalisasian penggunaan laboratorium bahasa dan perbanyakan
kelas-kelas multi media dapat menjadi satu cara efektif dalam pengarusutamaan penyajian
input bahan otentik. Dengan cara demikian maka maharotul kalam dengan
sendirinya dapat ditingkatkan karena input yang diperoleh siswa semakin banyak
dan bervariasi.
Referensi
Abdul Aziz,
Nashif Mushtafa, Mushtafa Ahmad Sulaiman, Tadribat Fahmi al-Masmu’ Li Ghair
an-Nathiqina bi al-Arabiyyah, Ar-Riyadl: Imadat Syuuni al-Maktabat-Jamiat
al-Malik Saud, 1988
Al-Arabi,
Abdul Majid Shalah, Ta’allum al-Lughaat al-Hayyah wa Ta’liimuhaa: Baina
an-Nadzariyya wa at-Tathbiiq, Beirut: Maktabat Lubnan, 1981
Fakhrurrozi, Aziz, Erta Mahyudin, Pembelajaran Bahasa Arab,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrian Agama, 2002
Al-Fauzan,
Abdurrahman Ibrahim, Mukhtar ath-Thahir Husain, Muhammad Abdul Khaliq Muhammad
Fadl, Al-Arabiyyah Baina Yadaik : Kitab ath-Thalib 1 Silsilat fi Ta’lim
al-Lughah al-Arabiyyah Li Ghairi an-Nathiqin Bi Ha, Ar-Riyadl: Al-Maktab
ar-Rais al-Arabiyyah Li al-Jami’, ath-Thab’ah 3, 2007
Kamalie,
Saefullah, “Kullu Syai Majjaanan: Maadzaa Nastafiid min al-Mawaaqi’
al-‘Arabiyyah fi Syabakat al-Internet”, dalam Prosiding Seminar
Internasional Al-Lughah al-Arabiyyah wa al-‘Aulamah Wajhan Li Wajhin, Jilid
1, Kerjasama antara Universitas Negeri Malang dengan IMLA (Ed. Imam Asrari,
Ahmad Fuad Efendy, Nurul Murtadlo), 2008
Muhammad ‘Atha,
Ibrahim, Thuruq Tadris al-Lughah al-‘Arabiyyah wa at-Tarbiyah ad-Diniyyah,
Jilid 1, Cet. Ketiga, al-Qahira: Maktaba an-Nahdla al-Mishriyyah, 1996
Omaggio, Alice C., Teaching
Language in Context: Proficiency-Oriented Instruction, Heinle & Heinle
Publishers, Inc., Boston, Massachusetts, USA, 1986
Peacock, Matthew, “The
Effect of Authentic Materials on The Motivation of EFL Learners”, ELT
Journal, Vol. 51, No. 2, Oxford University Press, 1997
Richards, Jack C. and Richard Schmidt, Longman
Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics, Third Edition,
Pearson Education Limited, 2002
Shini, Mahmud
Ismail dkk., Al-Arabiyyah Li an-Nasyiin, Al-Mamlakah al-Arabiyyah
as-Su’udiyyah, Wizaratu al-Ma’arif Idaratu al-Kutub al-Madrasiyyah, ath-Thab’ah
al-ula, 1983
Tidak ada komentar:
Posting Komentar